JAKARTA, KOMPAS.TV - Harga minyak dunia turun ke posisi terendah dalam 9 bulan, pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB). Pelemahan harga minyak ini akibat penguatan dollar AS, seiring pasar yang menunggu sanksi baru Barat terhadap Rusia.
Mengutip dari Antara, Selasa (27/9/2022), harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November merosot 2,09 dolar atau 2,4 persen, menjadi menetap di 84,06 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Angka tersebut adalah level terendah sejak 14 Januari 2022.
Kemudian harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November terpangkas 2,03 dolar AS atau 2,6 persen. Yakni di harga 76,71 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange dan merupakan level terendah sejak 6 Januari.
Baca Juga: Jokowi: Perang Rusia-Ukraina akan Lama, 19.600 Orang Mati Kelaparan Setiap Hari
Penurunan itu berlanjut sejak Jumat pekan lalu, yang turun 5,0 persen. Harga minyak merosot karena tren penguatan dollar AS yang terus berlanjut. Investor merespons kenaikan bunga acuan AS sebesar 0,75 persen yang dilakukan The Fed selama 3 kali berturut- turut.
Apalagi The Red juga mengisyaratkan kebijakan suku bunga tinggi ke depannya.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, melonjak 0,81 persen menjadi 114,1030 pada akhir perdagangan Senin (26/9/2022), menyusul lonjakan 1,65 persen di sesi sebelumnya.
Tapi harga minyak berbanding terbalik dengan harga dolar AS, seperti yang sudah-sudah. Lantaran minyak dunia dihargai dalam mata uang Negeri Paman Sam itu.
Berdasarkan data lembaga Refinitiv Eikon, tekanan indeks dollar terhadap harga minyak paling kuat terjadi setahun belakangan.
Baca Juga: Pengguna TikTok Kini Bisa Pakai Tombol Dislike untuk Komentar yang Tidak Pantas
"Sulit bagi siapa pun untuk mengharapkan minyak akan pulih setelah greenback semahal ini," kata Direktur Energi Berjangka di Mizuho, Bob Yawger.
Harga minyak juga tertekan oleh rezim bunga tinggi yang diterapkan bank sentral banyak negara. Terutama negara konsumen minyak, sehingga menimbulkan kekhawatiran perlambatan ekonomi yang dapat menekan permintaan minyak.
"Dengan semakin banyak bank sentral dipaksa untuk mengambil langkah-langkah luar biasa tidak peduli biaya ekonomi, permintaan akan terpukul yang dapat membantu menyeimbangkan kembali pasar minyak," kata analis pasar senior di Oanda di London, Craig Erlam.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.