JAKARTA, KOMPAS.TV- Kecelakaan beruntun terjadi di ruas Tol Pejagan-Pemalang, Jawa Tengah, pada Minggu (18/9/2022) Siang. 1 orang tewas dan 13 lainnya luka-luka dalam kecelakaan yang melibatkan 13 kendaraan tersebut.
Penyebab kecelakaan diduga akibat asap tebal yang menutupi jalan, yang berasal dari lahan di sisi jalan tol. Lantas bagaimana mekanisme pemberian ganti rugi kepada para korban dalam kasus kecelakaan seperti itu?
Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menilai, ada banyak faktor penyebab kecelakaan di jalan. Yakni faktor manusia, kendaraan, jalan, dan lingkungan.
Baca Juga: Polisi Turunkan Tim Labfor Terkait Kecelakaan di Tol Pejagan, Apakah Lahan Sengaja Dibakar?
Faktor yang terakhir itulah yang menjadi penyebab laka beruntun di tol yang dikelola oleh PT Pejagan Pemalang Toll Road, anak usaha Waskita Toll Road.
Menurut Sudaryatmo, harus dipastikan dulu lahan yang dibakar itu apakah masuk dalam area yang dikelola operator tol atau bukan. Jika masuk dalam area kelolaan operator, tentu saja operator harus bertanggung jawab.
Namun jika bukan, harus dilihat apakah operator sudah melakukan upaya maksimum untuk mengamankan jalan.
"Kalau itu lahan di luar kendali operator, dia memberi peringatan enggak? Kalau pembakaran itu berpotensi mengganggu pandangan pengguna jalan dan dia tidak memberi peringatan, sudah pasti harus bertanggung jawab," kata Sudaryatmo kepada Kompas TV, Senin (19/9/2022).
Baca Juga: Jadi Korban Dalam Kecelakaan Beruntun di Tol Brebes, Jenazah Anak Jamintel Dibawa ke Rumah Duka
"Misalnya kan dia bisa memberi peringatan 100-200 meter ke depan akan ada gangguan pandangan karena pembakaran lahan, Hati-hati jarak pandang terbatas," lanjutnya.
Ia menjelaskan, ganti rugi yang diberikan kepada pengguna jalan bentuknya ada materiil dan immateriil. Untuk kerugian materiil, adalah seluruh biaya yang timbul akibat kecelakaan. Misalnya perbaikan mobil dan biaya perawatan korban.
Kalau kerugian immateriil bersifat subjektif tergantung masing-masing korban.
"Misalnya ada korban yang alami syok, nah syoknya itu kalau dirupiahkan berapa. Lalu kalau yang meninggal itu kepala keluarga, nah operator harus menanggung sampai biaya pendidikan anaknya," ujar Sudaryatmo.
Ia mengatakan harus dibedakan santunan kecelakaan dari Jasa Raharja dengan ganti rugi dari pihak operator. Santunan Jasa Raharja adalah hak pengguna jalan yang jadi korban kecelakaan karena memang sudah membayar premi asuransi kecelakaan di jalan.
Baca Juga: Pengaduan Konsumen Mayoritas Soal E-Commerce, YLKI Minta Penjual Asing Punya Badan Hukum di RI
Walaupun menurutnya, besarnya santunan dari Jasa Raharja sering tidak sebanding dengan kerugian yang dialami korban.
"Atau korban bisa mengajukan gugatan perdata kepada pihak operator tol, seperti yang diatur dalam Undang-Unsang Perlindungan Konsumen," sebutnya.
Ia menyatakan, pengguna jalan tol sudah membayar untuk menikmati perjalanan yang aman dan nyaman. Namun nyatanya operator tol tidak bisa menjamin hal itu dengan adanya pembakaran lahan yang akhirnya membahayakan.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.