Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Minimalkan Impor, Kemenperin Kembangkan Mesin Pengolah Limbah Sawit Jadi Bahan Baku Kertas

Kompas.tv - 15 Juli 2022, 10:30 WIB
minimalkan-impor-kemenperin-kembangkan-mesin-pengolah-limbah-sawit-jadi-bahan-baku-kertas
Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Selulosa (BBSPJI Selulosa) mengembangkan mesin untuk pemanfaatan limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang digunakan sebagai bahan baku alternatif industri kertas. (Sumber: Biro Humas Kementerian Perindustrian)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengembangkan mesin untuk mengolah limbah sawit berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi bahan baku alternatif industri kertas.

Langkah itu merupakan upaya mengatasi permasalahan bahan baku kertas daur ulang yang masih impor. Selain itu, mendorong pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan daya saing industri nasional.

“Karena itu kami melakukan inovasi teknologi untuk memanfaatkan TKKS sebagai bahan baku produk pulp dan kertas,” kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Doddy Rahadi lewat keterangan tertulisnya, Jumat (15/7/2022).

Pada 2021, industri pulp dan kertas memiliki surplus neraca perdagangan, namun masih ada bahan baku yang berasal dari impor.

Padahal Indonesia memiliki sumber serat yang sangat melimpah yaitu TKKS yang pada tahun 2022 diproyeksikan jumlahnya mencapai 51 juta ton.

Adapun Kemenperin menyosialisasikan inovasi teknologi yang dikembangkan oleh Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Selulosa (BBSPJI Selulosa) Kemenperin tersebut kepada perusahaan industri kertas.

“Kami berharap teknologi pengolahan TKKS sebagai bahan baku produk pulp dan kertas dapat diterapkan di industri untuk menunjang pemanfaatan limbah TKKS yang melimpah dan mampu mengurangi impor bahan baku kertas daur ulang,” tuturnya.


Baca Juga: Sri Lanka Batalkan Ujian Semester Jutaan Siswa Sekolah karena Kehabisan Dolar untuk Beli Kertas

Doddy menyebutkan, BBSPJI Selulosa telah memanfaatkan TKKS menjadi pulp mekanis dengan keunggulan biaya produksi yang lebih rendah, serta dapat mengurangi dampak terhadap lingkungan dengan penggunaan bahan kimia yang minimum.

Dengan teknologi ini, rendemen pulp yang dihasilkan sekitar 70 persen, lebih tinggi dibandingkan rendemen pulp kimia.

Karakteristik pulp mekanis TKKS ini memenuhi persyaratan sebagai bahan baku pembuatan kertas kemas.

Keuntungan

Kepala BBSPJI Selulosa Sri Bimo Pratomo menambahkan, instansi yang dipimpinnya telah memiliki pengalaman dalam penggunaan TKKS sebagai bahan baku pulp dan kertas, antara lain telah melakukan kerja sama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) serta Konsorsium PIC Co.,Ltd - TAIZEN Co.,Ltd.

Pada 2018-2022, BBSPJI Selulosa telah menghasilkan pulp mekanis dari TKKS menggunakan Teknologi E Gimmick.

Bimo menjelaskan, secara teknis, pemanfaatan limbah TKKS untuk bahan baku alternatif industri kertas membutuhkan beberapa mesin.

Pertama, mesin crusher untuk perlakuan awal bahan baku TKKS sebelum dibuat pulp.

Kemudian, mesin masher untuk menggiling TKKS dan membersihkan TKKS dari lumpur dan pengotor.

Terakhir, mesin gimmick untuk pembuatan pulp mekanis melalui mekanisme kneading untuk menghasilkan panas dari pergerakan mekanis dan gesekan antarserat TKKS dalam mesin.

“Kapasitas mesin ini adalah 100 kg/jam. Dalam rangka pemanfaatan TKKS, pilot plant mesin ini dapat dimanfaatkan, baik secara langsung maupun dengan reverse engineering, untuk menghasilkan mesin berskala produksi massal,” jelasnya.

Dari sisi tekno ekonomi, lanjut Bimo, tandan kosong sawit yang telah diolah menjadi pulp mekanis melalui teknologi kneading menggunakan mesin masher dan gimmick, dapat meningkatkan nilai tambah dengan perkiraan harga jual sekitar 250 dolar AS per ton.

"Nilai jual pulp tersebut akan mencapai payback period sekitar 8,2 tahun dengan kapasitas 50 ton pulp kering per hari. Waktu payback period tersebut akan lebih singkat bila tandan kosong sawit tidak dikenai biaya karena dianggap sebagai limbah,” pungkas Bimo.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x