JAKARTA, KOMPAS.TV - Harga minyak naik lebih dari dua dolar AS pada awal perdagangan di Asia pada Senin (6/6/2022). Harga minyak mentah berjangka Brent naik 1,80 dolar AS atau 1,5 persen, menjadi diperdagangkan di harga 121,52 dolar AS per barel.
Kemudian harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 1,63 dolar AS atau 1,4 persen, menjadi diperdagangkan di harga 120,50 dolar AS per barel.
Kenaikan disebabkan oleh tindakan Arab Saudi yang menaikkan harga untuk penjualan minyak mentahnya pada Juli. Apa yang dilakukan Arab Saudi itu mencerminkan ketatnya pasokan minyak saat ini, jika dibandingkan permintaannya.
Pasokan minyak tetap ketat meski OPEC+ setuju untuk mempercepat peningkatan produksinya selama dua bulan ke depan.
Baca Juga: Ingin Lepas dari Minyak, Arab Saudi Targetkan 12 Juta Kunjungan Turis Tahun Ini
Harga minyak yang diproduksi Saudi Aramco naik menjadi 6,50 dolar AS paa Juli. Dibanding harga sebelumnya yang sebesar 4,40 dolar AS. Harga baru minyak Arab Light ini lebih tinggi dari rata-rata kontrak acuan Oman dan Dubai naik dari premium
Langkah itu dilakukan meskipun ada keputusan pekan lalu oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, OPEC+. Yaitu untuk meningkatkan produksi pada Juli dan Agustus sebesar 648.000 barel per hari, atau 50 persen lebih banyak dari yang direncanakan sebelumnya.
"Hanya beberapa hari setelah membuka keran sedikit lebih lebar, Arab Saudi membuang sedikit waktu untuk menaikkan harga jual resminya ke Asia, pasar utamanya," kata mitra pengelola SPI Asset Management Stephen Innes seperti dikutip Antara, Senin (6/6/2022).
Arab Saudi juga meningkatkan OSP atau harga resmi minyak mentah Arab Light ke barat laut Eropa menjadi 4,30 dolar AS di atas ICE Brent untuk bulan Juli, naik dari 2,10 dolar AS pada Juni. Namun, Saudi mempertahankan harga minyak yang dijual ke Amerika, sebesar 5,65 dolar AS.
Baca Juga: Luhut Sebut Harga dan Stok Minyak Goreng Curah Akan Membaik dalam 3 Minggu
Langkah OPEC+ untuk memajukan kenaikan produksi secara luas dipandang tidak mungkin memenuhi permintaan karena beberapa negara anggota, termasuk Rusia, tidak dapat meningkatkan produksi. Sementara permintaan melonjak di Amerika Serikat di tengah musim puncak liburan musim panas dan China melonggarkan penguncian COVID.
"Sementara peningkatan itu sangat dibutuhkan, itu jauh dari ekspektasi pertumbuhan permintaan, terutama dengan larangan parsial Uni Eropa terhadap impor minyak Rusia juga diperhitungkan," ujar analis Commonwealth Bank Vivek Dhar.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.