JAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution menyatakan, kenaikan harga Pertamax telah membuat masyarakat beralih menggunakan Pertalite. Sehingga, konsumsi Pertalite pun naik 10 sampai 15 persen.
Namun, Alfian menilai lonjakan itu hanya sementara karena masyarakat terkejut dengan naiknya harga Pertamax.
"Kami yakin lonjakan ini hanya temporary (sementara) saja hanya 10 sampai 15 persen, kemudian kami yakin akan kembali normal," kata Alfian, Senin (4/4/2022), seperti dikutip dari Antara.
Ia menilai, masyarakat Indonesia kini sudah sadar pentingnya kualitas BBM yang bagus untuk kondisi mesin kendaraan yang prima. Pertamax sebagai BBM RON 92, memiliki kualitas yang lebih baik dengan emisi karbon yang lebih rendah.
Baca Juga: Greenpeace Hadang Kapal Pertamina yang Angkut Minyak Rusia
Sehingga pengguna Pertamax tidak akan mau seterusnya menggunakan Pertalite. Pertamina juga berupaya menjaga agar tidak terjadi migrasi konsumen, dengan program hadiah dan promo.
Pertamina juga menyosialisasikan pentingnya menggunakan BBM berkualitas tinggi serta ramah lingkungan.
"Kami harapkan pergeseran konsumen Pertamax ke Pertalite ini tidak berlangsung lama dan tidak besar jumlahnya," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, pergeseran konsumsi ke Pertalite bisa ditekan dengan sejumlah cara. Di antaranya, dengan melarang kendaraan pemerintah dan BUMN untuk mengisi BBM bersubsidi.
Baca Juga: Penyebab Solar Langka: Kendaraan Industri Ikut Antri di SPBU demi Solar Subsidi
Selain itu, pemerintah dan Pertamina dapat melakukan seleksi kendaraan pribadi yang mengisi Pertalite.
"Misalnya, kendaraan mewah dengan kapasitas mesin ataupun merek tertentu dilarang mengisi BBM bersubsidi. Pengawasan terhadap tindak kecurangan juga perlu diperketat," kata Joshua dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin (4/4/2022).
Di sisi lain, Joshua mengapresiasi langkah pemerintah menahan harga Pertalite untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Pertamax memang layak dinaikkan harganya mengingat konsumen dari Pertamax kecenderungannya adalah masyarakat menengah atas," tutur Joshua.
Sementara itu, Dosen Ekonomi Energi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti mengatakan, pemerintah bisa membatasi jumlah kuota Pertalite di daerah yang pendapatan per kapitanya tinggi.
Baca Juga: Jelang Lebaran, Puan Apresiasi Langkah Pemerintah Salurkan BLT Minyak Goreng
"Misalnya, Pertalite berada di wilayah perdesaan, sedangkan kawasan perkotaan semuanya Pertamax," ucap Yayan dikutip dari Antara, Senin (4/4).
Pertalite bisa tetap berada di perkotaan, lanjut Yayan, namun hanya untuk transportasi umum.
"Kuotanya terbatas untuk transportasi publik," sebut Yayan.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.