MANADO, KOMPAS.TV – Jalan Tol Manado-Bitung saat ini belum menjadi pilihan utama bagi para pelaku industri meski bisa memangkas waktu pengiriman barang. Hal ini karena tingginya tarif tol untuk truk.
”Dunia usaha maunya pakai tol supaya pengiriman lebih efektif dan efisien. Tetapi, kalau di-charge terlalu tinggi, ya, tidak mungkin. Tarif tol itu sama dengan uang makan dan rokok untuk sopir dan kenek,” kata Daniel Singal Pesik, direktur salah satu perusahaan pengolahan ikan di Manado, PT Damai Sejahtera Persada, Kamis (24/2/2022), dilansir dari Kompas.id.
Menurutnya, jalan tol yang menghubungkan Manado sebagai ibu kota provinsi dan Bitung sebagai kota pelabuhan itu merupakan kebutuhan riil bagi industri. Namun, keinginan untuk memanfaatkannya terhadang biaya tol yang terlalu mahal.
Hal serupa juga diungkapkan Abrizal Ang, pemilik PT Samudera Mandiri Sentosa (SMS), produsen tuna kaleng di Bitung. Ia menyebut biaya tol antara Manado dan Danowudu saat ini terlalu mahal.
Ia akan tertarik menggunakan jalan tol jika sudah dioperasikan seutuhnya. Tetapi, jika tarif tak diturunkan, ia akan tetap menggunakan Jalan Raya Manado-Bitung.
”Kami pasti juga berusaha menghindari macet di Jalan Raya Manado-Bitung, bisa hemat waktu setengah jam. Tapi, kalau biayanya tidak diturunkan, kami akan tetap pakai jalan biasa. Pakai jalan tol hanya sekali-sekali,” ujarnya.
Menurut data PT Jasamarga Manado-Bitung (JMB) selaku operator jalan tol tersebut, tarif perjalanan sepanjang 26,35 km dari Manado hingga Danowudu bagi kendaraan besar golongan II dan III (dengan dua atau tiga sumbu roda) mencapai Rp44.000.
Baca Juga: Jalan Tol Manado - Bitung Jadi Tempat Olahraga
Sementara, truk golongan IV dan V (empat sampai lima sumbu roda) Rp58.500. Tarif pergi-pulang lewat jalan tol pun hampir sama dengan kebutuhan bahan bakar minyak, sekitar Rp100.000.
Para sopir truk pun masih harus menempuh jarak 14 km lagi di Jalan Raya Manado-Bitung untuk sampai ke Terminal Peti Kemas Bitung yang merupakan tujuan akhir. Adapun, PT JMB belum mengungkap tarif perjalanan dari Manado hingga pelabuhan di Bitung karena ruas Danowudu-Terminal Peti Kemas Bitung belum dibuka.
Oleh karena itu, tarifnya dinilai terlalu mahal karena jarak tempuh di jalan tol relatif pendek. Mengingat, Jalan Tol Manado-Bitung hanya beroperasi sebagian, yaitu 26,35 kilometer antara Manado dan Danowudu di dekat perbatasan Bitung dengan Minahasa Utara.
Kendaraan logistik, baik truk engkel hingga truk gandeng pembawa peti kemas, lebih suka melewati ruas Jalan Raya Manado-Bitung. Meski waktu tempuhnya memang mencapai 1 jam 20 menit, jauh lebih lama ketimbang jalan tol yang hanya 30-45 menit.
Desakan Subsidi
Di samping itu, Daniel menerangkan, keengganan para pengusaha juga disebabkan biaya logistik lain, seperti jasa peti kemas untuk ekspor yang tarifnya ia klaim naik tiga kali lipat daripada harga sebelum pandemi Covid-19. ”Akan masuk akal jika pemerintah memberi subsidi tarif jalan tol,” katanya.
Hal yang sama diungkapkan oleh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi, Magdalena Wullur, bahwa harga barang akan sulit ditekan jika biaya logistik tetap tinggi.
”Bisa jadi (tarif ini) malah menghambat tujuan awal pendiriannya, yaitu memangkas waktu pengiriman barang. Jadi, pemerintah bisa ambil andil dengan memberikan subsidi kepada pengelola (PT JMB) karena pengelola pasti memikirkan break even point (balik modal). Di sisi lain, beban tarif yang ditanggung pengusaha lebih ringan,” kata Magdalena.
Jalan Tol Manado-Bitung mulai dibangun pada 2016 dengan sistem kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Dengan nilai investasi sebesar Rp5,12 triliun, jalan tol ini telah diresmikan pada September 2020 oleh Presiden Joko Widodo. Namun, sementara ini hanya 26,35 km yang sudah beroperasi.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.