JAKARTA, KOMPAS.TV- Krisis keuangan yang melanda BUMN penerbangan Garuda Indonesia saat ini, ternyata disebabkan tata kelola perusahaan dan skema bisnis yang buruk. Salah satunya adalah kebiasaan Garuda membeli pesawat.
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan, Garuda suka membeli pesawat terlebih dahulu sebelum menentukan rute penerbangan. Seharusnya, pembelian pesawat baru diputuskan sesuai kebutuhan rute atau saat rute baru sudah dibuka.
"Setelah kami dalami, banyak pembelian ini, hanya beli pesawat, bukan justru rutenya yang dipetakan lalu pesawatnya apa. Jadi ini malah pesawatnya dulu, baru rutenya," kata Erick dikutip dari wawancara di program Sapa Indonesia Malam KompasTV, Selasa (11/1/2022).
Hal itulah yang menjadi salah satu indikasi korupsi di tubuh Garuda, yang dilakukan manajemen lama. Erick menyebut, praktik pembelian pesawat itu terjadi ketika Garuda dipimpin oleh ES.
Baca Juga: Erick Thohir Blak-blakan Minta Kejagung Usut Indikasi Korupsi Garuda Bukan KPK, Ini Alasannya
Sebagai informasi, mantan Direktur Utama Garuda Emirsjah Satar kini tengah di penjara karena menerima suap dari perusahaan Inggris Rolls Royce.
Erick menambahkan, Garuda Indonesia membeli atau menyewa pesawat dengan jenis yang berbeda-beda. Sehingga biaya perawatannya membengkak. Manajemen lama Garuda juga menyewa pesawat dari lessor dengan harga yang lebih tinggi dari pasaran.
"Jadi Garuda itu, lessor kita termahal mencapai 28 persen, sedangkan pesawat-pesawat maskapai lain itu 8 persen. Lalu Garuda banyak jenis pesawatnya sehingga operasionalnya pun lebih mahal," ujarnya.
Ia menyampaikan, Garuda Indonesia sempat beroperasi dengan 200 pesawat, kemudian berkurang menjadi 142 pesawat. Setelah pandemi, Garuda kini hanya mengoperasikan 35 pesawat.
Baca Juga: Erick Thohir Soal Indikasi Korupsi Pesawat ATR 72-600 di Garuda Indonesia: Bukan Tuduhan
Mengutip Kompas.com, hingga akhir September 2021 utang Garuda Indonesia mencapai 9,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp140 triliun (asumsi kurs Rp14.300 per dollar AS).
Secara terperinci, liabilitas atau kewajiban Garuda mayoritas berasal dari utang kepada lessor mencapai 6,35 miliar dollar AS. Selebihnya ada utang ke bank sekitar 967 juta dollar AS, dan utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA sebesar 630 juta dollar AS.
Secara teknis, Garuda Indonesia pun sudah dalam kondisi bangkrut, tetapi belum secara legal. Hal itu karena maskapai milik negara ini punya utang yang lebih besar ketimbang asetnya, sehingga mengalami ekuitas negatif.
Garuda memiliki ekuitas negatif sebesar 2,8 milliar dollar AS, di mana liabilitasnya mencapai 9,8 miliar dollar AS, sedangkan asetnya hanya sebesar 6,9 miliar dollar AS.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.