JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kebijakan larangan ekspor batu bara adalah pilihan sulit dalam perekonomian.
Menurutnya, larangan ekspor batu bara dikeluarkan semata-mata untuk memulihkan pasokan di dalam negeri, terutama untuk pembangkit listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN) maupun independent power producer (IPP) atau perusahaan pembangkitan independen.
"Makanya keputusan yang dilakukan seperti hari ini, penghentian ekspor batu bara, tujuan pertama untuk sustainabilitas (keberlanjutan) pasokan kita. Pilihan yang sangat sulit dari perekonomian, apakah listrik di Indonesia mati, tapi tetap kita ekspor, kan kayak gitu," ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers 'APBN Kita', Senin (3/1/2022).
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyatakan bahwa semua pilihan kebijakan memiliki konsekuensi. Tetapi, pemerintah berusaha mencari konsekuensi yang dampaknya minimal.
Kendati demikian, ia menekankan, kebijakan ini diambil pemerintah secara hati-hati.
"Kalau listrik di Indonesia mati dan dia tetap ekspor, ya di Indonesia sendiri akhirnya pemulihannya terancam. Jadi pilihan-pilihan policy inilah yang akan selalu dicoba oleh pemerintah, secara hati-hati. Pasti ada pengorbanannya," ucap Sri Mulyani.
Baca Juga: 4 Fakta Larangan Ekspor Batu Bara yang Berlaku hingga Akhir Januari
Diberitakan sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengungkapkan, larangan ekspor batu bara diberlakukan karena defisit batu bara PT PLN (Persero). Ini lantaran pengusaha tak mematuhi kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/ DMO).
Pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha membuat pembangkit PLN sempat mengalami defisit pasokan batu bara pada akhir tahun kemarin.
Padahal, menurut Ridwan, persediaan batu bara yang aman di PLTU PLN adalah di atas 20 hari operasi.
"Dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan dari pemerintah, hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1 persen," ujar Ridwan.
Ridwan mengungkapkan, larangan ekspor berlaku sementara, yaitu hingga 31 Januari 2022, untuk menghindari pemadaman terhadap 10 juta pelanggan PLN. Larangan akan dicabut saat pasokan batu bara pembangkit sudah normal. Evaluasi akan dilakukan setelah 5 Januari 2022.
"Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam," ujarnya.
Baca Juga: PLN Jamin Keandalan Listrik dengan Dukungan Larangan Ekspor Batu Bara
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.