JAKARTA, KOMPAS.TV – Pemerintah akan memodernisasi dan menambah alat pemantauan di Pos Pengamatan Gunung Api Semeru, Lumajang, Jawa Timur.
Satu alat yang akan segera direalisasikan adalah pemasangan thermal camera di area Besuk Kobokan untuk memantau suhu luncuran awan panas ketika terjadi erupsi.
Dalam hal ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan, thermal camera untuk bisa mendeteksi panas akan ditempelkan di Besuk Kobokan. Jika memang ada luncuran awan panas, akan langsung diketahui level temperaturnya.
Namun, sekarang ini thermal camera efektifnya baru ke daerah yang memang kelihatan titiknya, maka ke depannya juga mengetahui potensi awan panas guguran (APG) ke daerah lainnya.
“Nah, cuma kan jaraknya 13 km ya, karena ke atas sana lagi tertutup kabut. Kita sedang cari jalan, bagaimana caranya kita bisa lebih ke titik pengamatan yang lebih dekat," ujarnya, seperti dikutip dari laman Kementerian ESDM, Jumat (17/12/2021).
Ia juga menyampaikan bahwa peralatan lainnya juga akan segera ditambah dan disesuaikan dengan peta kawasan rawan bencana terbaru.
"Ke depannya, kita akan melengkapi sistem pengamatan kita, beberapa peralatan akan kita tambah. Kita akan meng-upgrade, kalau sekarang memang standar, kita perlu tambah lagi di beberapa titik," terangnya yang telah meninjau aktivitas Gunung Semeru di Pos Pengamatan Gunung Api Semeru, Jumat, pasca peningkatan status Gunung Semeru menjadi level III (Siaga) pada Kamis (16/12) malam.
Baca Juga: Status Gunung Semeru Naik Jadi Siaga, Tidak Boleh Ada Aktivitas dalam Radius 13 Km dari PuncaK
Menteri Arifin yang meninjau aktivitas Semeru setelah menjalani karantina usai melakukan perjalanan dinas luar negeri tersebut, meminta masyarakat tidak melakukan aktivitas di dalam zona rawan bahaya yang telah ditetapkan Badan Geologi Kementerian ESDM.
"Terkait peningkatan status Gunung Semeru, kemarin memang ada indikasi seismik yang naik dan pengamatan visual di lapangan. Dan, kondisi akibat dari (erupsi) yang lalu, dengan adanya tumpahan lahar, menyumbat sungai. Kalau hujan (tumpahan lahar) akan melebar dan kalau terjadi erupsi lagi, dampaknya akan lebih luas. Maka dari itu, statusnya ditetapkan menjadi level III," terangnya.
Ia juga meminta daerah-daerah yang sudah memiliki peta kawasan rawan bencana agar mengimbau masyarakatnya tidak berkegiatan di radius yang telah diindikasi dalam peta.
Sementara itu terkait early warning system (EWS), ia mengatakan, EWS telah berjalan sesuai dengan mekanisme yang berjalan di setiap titik pemantauan gunung api.
Apabila terdapat indikasi atau kenaikan aktivitas gunung api akan selalu terpantau dan hasil pemantauan tersebut akan selalu disampaikan kepada masyarakat melalui saluran komunikasi, yaitu grup WhatsApp yang beranggotakan BPBD, camat, kepala desa, tokoh masyarakat, dan para relawan. Menurut Arifin, cara itu merupakan cara tercepat menyebarkan informasi. Mekanisme ini pula, imbuhnya, yang dilakukan di seluruh gunung api, termasuk Gunung Sinabung dan Gunung Merapi.
Akan tetapi, ia mengungkapkan, memang belum ada peralatan yang bisa mendeteksi bahwa gunung tersebut akan erupsi pada 1-2 jam. Untuk itu, harus ditetapkan area-area di mana tidak ada kegiatan-kegiatan masyarakat di sekitar situ. Itu pengamanan yang harus dilakukan
"Gunung ini tidak bisa bilang kapan mau erupsi, suatu saat dia akan menunjukkan getaran yang tinggi, seismografnya akan tinggi. Dia bisa tidur lama dan tiba-tiba dia naik, ini yang harus diwaspadai," ujar Menteri Arifin.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati Masdar menyampaikan terima kasih kepada Kementerian ESDM yang akan memodernisasi dan menambah peralatan pemantauan Gunung Semeru.
"Pak Menteri tadi sudah berjanji untuk meng-upgrade dan memodernisasi alat-alat yang ada di sini. Saya terima kasih kepada Pak Menteri," tuturnya.
Baca Juga: Revisi Aturan Tambang Minyak Kemen ESDM Dikhawatirkan Malah Ancam Kelestarian Lingkungan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.