JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta semua wajib pajak yang belum melaporkan hartanya untuk ikut Program Pengampunan Sukarela (PPS) atau lebih dikenal dengan Tax Amnesty jilid II.
Program PPS akan berlangsung selama 6 bulan, dari 1 Januari sampai 30 Juni 2022. Program PPS diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sri Mulyani menegaskan, jika tidak mengikuti program PPS padahal ada harta yang belum dilaporkan, ada sanksi yang menanti.
Ia menjelaskan, untuk harta yang diperoleh hingga tahun 2015, sanksinya sebesar 200 persen.
Baca Juga: Asyik, Tukin Guru-Pengawas Pendidikan Agama Islam Rp142 M Cair!
"Jadi kalau Anda punya harta sebelum 2015, rumah, emas atau harta apapun belum lapor, Anda harus bayar 2 kali lipat dari harta tersebut. Capek dong, jadi mending ikut aja sekarang. Jauh lebih ringan dibandingkan sanksi 200 persen," kata Sri Mulyani dalam sosialisasi UU HPP, Jumat (17/12/2021).
“Daripada enggak berkah hidupnya, sudahlah ikut saja. Daripada tidak berkah dan daripada kemungkinan bayar sanksi hingga 200%. Sudah diberi kesempatan,” tambahnya.
Ada sejumlah mekanisme Tax Amnesty jilid II atau PPS yang digelar tahun depan.
Pertama, wajib pajak yang sudah ikut pengampunan pajak atau tax amnesty (TA) tahun 2016 silam, kalau ingin mengungkapkan harta yang belum diungkapkan, maka dikenakan tarif 11 persen untuk harta di luar negeri.
Tarif 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi; dan 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta dimasukkan dalam investasi energi terbarukan.
Baca Juga: Pajak Dianggap Beban, Sri Mulyani: Aturan Perpajakan Berpihak ke Rakyat
Jika mereka tidak segera mengungkapkan hartanya dalam PPS ini, maka akan dikenakan PPh final dari harta bersih tambahan dengan tarif 25 persen untuk WP Badan, 30 persen untuk WP orang pribadi, serta 12,5 persen untuk WP tertentu.
Ditambah lagi, ada sanksi sebesar 200 persen untuk aset yang kurang diungkap.
Kedua, wajib pajak yang mengungkapkan hartanya di tahun 2016 hingga 2020 tetapi belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020, wajib membayar PPh final sebesar 18 persen untuk harta di luar negeri.
Baca Juga: Kemenparekraf Gugat Indosat Terkait Aset Tanah Negara
Sebesar 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi; dan 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta dimasukkan dalam investasi energi terbarukan.
Kalau tidak mengungkap harta berdasarkan kebijakan ini, maka akan dikenakan PPh final dari harta bersih tambahan dengan tarif 30 persen dan aset yang kurang diungkap akan dikenai sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor 15 persen.
Sumber : KOMPAS TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.