JAKARTA, KOMPAS.TV – Hanya dalam sekitar dua pekan kebijakan tes polymerase chain reaction (PCR) bagi calon penumpang pesawat berubah-ubah. Gonta-ganti kebijakan ini kemudian dikritisi oleh banyak pihak.
Pakar komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menyampaikan, berubah-ubahnya kebijakan tes PRC menampakkan seperti adanya sebuah rebutan panggung politik yang seharusnya tidak boleh terjadi apalagi diantara para menteri.
Sebelumnya, aturan wajib tes PCR pertama yang dikeluarkan lewat Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) untuk calon penumpang pesawat.
Namun tak lama berselang, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan perubahan aturan yang tidak mewajibkan PCR bagi pelaku perjalanan.
Menurut Hendri agar kebijakan tidak menjadi olok-olok rakyat yang perlu dilakukan pemerintah adalah jangan sampai sebuah kebijakan dijadikan panggung politik tokoh atau pejabat terkait.
“Jadi kalo sudah jadi panggung politik, nanti akibatnya ada manjemen tiktok, belum diketik sudah diketok. Yang kemudian dianggap sebagai kebijakan yang senangnya bikin rakyat ketawa, kok begini ya, kok begitu ya,” tutur Hendri dalam program Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Rabu (3/11/2021).
Baca Juga: Harga Tes PCR Turun Gara-Gara Dua Faktor Ini, Apa Saja?
Selain itu, ia menyoroti juga aturan tes PCR bagi pelaku perjalanan dengan jarak 250 kilometer yang akhirnya dicabut. Hal ini terkesan bahwa manajemen kebijakan yang dimiliki pemerintah tampak tergantung respon masyarakat.
“Kalau viral di masyarakat negatif langsung direvisi, sementara jika respon positif didiamkan. Ini yang tidak cocok atau pas dan tidak boleh dilakukan negara sebesar Indonesia,” ujar Hendri.
Kontroversi tes PCR ini juga dipandang oleh Pakar Epidemiolog Indonesia Masdalina Pane, sebagai sebab ketidakpercayaan masyarakat kembali dengan berbagai intervensi yang dilakukan pemerintah, sehingga ini juga mempengaruhi pengendalian pandemi Covid-19 di lapangan.
“Kita mau melakukan Tes PCR bagi masyarakat, jadi terkesan ini seolah-olah bisnis padahal itu prosedur standar yang harus dilakukan. Kita jadi kembali bekerja extra untuk meyakinkan masyarakat lagi tentang pengendalian pandemi,” sambung Masdalina dalam kesempatan yang sama.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menambahkan, karut marutnya kebijakan tes PCR akan menjadi agenda Komisi IX minggu depan untuk melakukan evaluasi penanganan pandemi dari berbagai aspek, diantaranya termasuk tes PCR, vaksinasi dan sebagainya.
“Memang yang belakangan terjadi adalah kontoversi harga PCR beserta berbagai dinamika yang terjadi sampai saat ini. Ini yang harus dijelaskan, sehingga harga pcr jangan sampai membuat publik meragukan atau mencoba menghindari tes PCR sebagai metode yang paling baik sebenarnya dalam langkah pengetesan virus Covid-19 seseorang,” terangnya.
Ia berharap perdebatan ini, tidak boleh mengurangi substansi dari alasan tes pcr ini harus dilakukan. Namun, pihaknya tentu akan mendalami terkait banyak hal termasuk kontoversi Tes PCR ini.
“Kemarahan publik ini perlu diredam dengan penjelasan pemerintah serta pihak terkait, termasuk pengusah lab dan alat kesehatan. Terangkan saja struktur harga PCR kepada publik, sehingga publik mendapat kejelasan,” tuturnya.
Baca Juga: KSP Bantah Ada Kepentingan Pengusaha di Balik Kebijakan Tes PCR Jadi Syarat Pelaku Perjalanan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.