JAKARTA, KOMPAS.TV- Harga minyak goreng masih terus merangkak naik dan belum ada tanda-tanda akan menurun. Mengutip laman infopangan.jakarta.go.id, harga rata-rata minyak goreng baik kemasan maupun curah pada Rabu (3/11/2021) sebesar Rp 18.133/kg. Harga tertinggi berada di Pasar Anyer Bahari, Johar Baru, Mampang Prapatan, dan Pondok Labu, sebesar Rp20.000/kg dan harga terendah sebesar Rp14.000/kg berada di Pasar Pluit.
Sedangkan harga sebesar Rp19.000/kg di antaranya berada di Pasar Kramat Jati, Cibubur, Cijantung, Ciptakan, Gondangdia. Padahal seminggu lalu, pada Selasa (26/10) harga rata-rata minyak goreng di DKI Jakarta masih di kisaran Rp16.000/kg.
Tingginya harga minyak goreng ini bukan saja membuat masyarakat semakin susah, tapi juga berimbas pada perekonomian nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, minyak goreng menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua di bulan Oktober.
Sehingga Oktober tercatat inflasi sebesar 0,12 persen. Berbanding terbalik dengan catatan September 2021 yang deflasi sebesar 0,04 persen.
Baca Juga: Kenaikan Harga Tiket Pesawat Jadi Penyebab Utama Inflasi Oktober 2021
Menurut Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), minyak goreng termasuk komoditas dalam status rawan jelang akhir tahun 2021 nanti.
"Minyak goreng ini tuh udah lama banget ya harganya udah berbulan-bulan catatan kami itu bisa 6 bulan di atas HET (harga eceran tertinggi). Sekarang lebih parah lagi harganya Rp 17.000 paling rendah sampai ada Rp 20.000 di Jakarta. Ini memang jadi konflik karena HETnya itu Rp 12.000 sampai Rp 13.000. Jadi ini jauh di atas harga eceran tertinggi, ini persoalan tersendiri," tutur Ketua Umum IKAPPI Abdullah Mansuri, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Rabu (3/11/2021).
Abdullah menjelaskan, komoditas lain yang stoknya bisa kekurangan jelang akhir tahun dan harganya naik adalah cabai merah. Ia menyebut, saat ini cabai merah keriting ada di harga Rp41.000 - Rp42.000 per kilogram. Kemudian ada cabai TW juga sudah merangkak naik harganya menjadi Rp39.000 per kilogram.
"Daging juga menjadi komoditas yang menurut saya punya kekhawatiran khusus untuk akan naik tinggi di Desember, karena permintaannya cukup tinggi nantinya," ujar Abdullah.
Baca Juga: Harga Minyak Goreng Terus Naik Sejak April, Kini Tembus Rp20.000/Kg
Ia juga meminta pemerintah mengantisipasi dampak La Nina terhadap komoditi pangan. Pemerintah harus memiliki data pasokan dan kebutuhan yang akurat, agar bisa mengantisipasi kelangkaan pasokan jelang akhir tahun dan dampak La Nina.
"Perlu data, ada efek ngga Nataru pada distribusi pangan, ada ngga? Jika beberapa komoditas itu bergantung pada cuaca seperti kayak La Lina ada hambatan ngga? Kemudian sejauh mana hambatannya? berapa produksi? Semua itu bisa diukur jika Pemerintah punya punya data," ujar Abdullah.
"Kementerian Pertanian dalam hal ini ini kami anggap kurang untuk mengantisipasi persoalan-persoalan yang terjadi," ujarnya.
Kenaikan harga minyak goreng sebenarnya sudah terjadi sejak April lalu. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, hal itu disebabkan periode supercycle.
Baca Juga: Ini Daftar 15 Bengkel yang Layani Uji Emisi Gratis, Buruan Sebelum Ditilang
Commodity supercycle merupakan periode di mana harga-harga komoditas mengalami kenaikan dalam waktu panjang. Biasanya periode ini terjadi setelah krisis.
Saat ini, supersiklus komoditas disebabkan pandemi Covid-19, bergesernya masa tanam dan panen, hingga mahalnya biaya pengiriman lewat kontainer.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.