JAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, ekonomi dunia menghadapi tantangan baru untuk pilih dari pandemi. Pertama adalah risiko terjadinya gelombang baru Covid-19 dan yang kedua adalah global supply disruption atau gangguan pasokan global.
"Munculnya varian baru masih menjadi faktor risiko terbesar di tengah ketimpangan distribusi vaksin global," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/10/2021).
Di sisi lain, gangguan pasokan global ternyata lebih panjang dari perkiraan. Ditambah lagi kenaikan harga energi akibat keterbatasan suplai mulai memicu tekanan inflasi di sejumlah negara.
"Inflasi AS tercatat berada di kisaran 5,4 persen dalam 4 bulan terakhir dan laju inflasi Uni Eropa juga dalam tren meningkat," ujar Sri Mulyani.
Baca Juga: PNS Widyaprada Dapat Tunjangan dari Jokowi, Berapa Besarannya?
Hingga September 2021, inflasi di Uni Eropa tercatat sebesar 3,4 persen. Permasalahan supply disruption yang lebih panjang dan masih tingginya ketidakpastian perkembangan Covid-19, membuat OECD dan IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2021.
"OECD memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2021 ke level 5,7 persen, sementara IMF di level 5,9 persen," tutur Sri Mulyani.
Sebelumnya, OECD memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini sebesar 5,8 persen dan IMF memproyeksi sebesar 6 persen.
Sementara Sri Mulyani memperkirakan pemulihan ekonomi nasional masih berlanjut, karena didukung oleh keberhasilan penanganan Covid-19. Hal itu terlihat dari kasus harian Covid-19 terus menunjukkan penurunan sejak awal Agustus 2021.
Baca Juga: Dapat "Berkah" Pandemi, PLN Kantongi Pendapatan Rp204 Triliun
Perkembangan tersebut mendorong pelonggaran pemberlakuan pembatasan aktivitas masyarakat (PPKM), sehingga aktivitas ekonomi mengalami pemulihan bertahap. Tercermin dari aktivitas ekonomi pada perkembangan beberapa indikator dini hingga September 2021 yang menunjukkan perbaikan
"Antara lain Purchasing Managers Index manufaktur kembali berada pada zona ekspansif di level 52,2, meningkatnya mobilitas penduduk, indeks belanja masyarakat, penjualan kendaraan bermotor, penjualan semen, serta konsumsi listrik sektor industri dan bisnis," ungkap Sri Mulyani.
Sementara itu, laju inflasi terkendali di level 1,60 persen (yoy). Dari sisi eksternal, surplus neraca perdagangan terus berlanjut di bulan September 2021, mencapai 4,37 miliar dollar AS atau secara akumulatif Januari–September telah mencapai 25,07 miliar dollar AS.
Baca Juga: Ini Solusi jika Kesulitan Sambungkan E-Wallet dengan Akun PraKerja
Posisi cadangan devisa berada pada level 146,87 miliar dollar AS atau setara dengan 8,9 bulan impor barang dan jasa.
"Perkembangan positif tersebut tidak terlepas dari upaya penguatan sinergi dan koordinasi kebijakan antara Pemerintah, BI, OJK, dan LPS dalam rangka menjaga SSK serta akselerasi pemulihan ekonomi nasional," kata Sri Mulyani.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.