JAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional Djoko Priyono menyatakan, penyebap terbakarnya tangki minyak di Kilang Balongan, Indramayu, Jawa Barat, adalah akibat tersambar petir.
"Ini menyebabkan penurunan penipisan dinding/plat atau las-lasan tangki G, disusul dengan robek dan bocornya dinding tersebut akibat tekanan mekanik dari dalam tangki yang telah terisi BBM pada level mendekati penuh," kata Djoko dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (29/9/2021).
Kesimpulan itu diambil setelah Pertamina mencermati hasil investigasi yang dilakukan 4 lembaga. Yaitu:
1. B2TKS BPPT
B2TKS BPPT menganalisis struktur tangki, termasuk dinding dan atap tangki, apakah ada keretakan karena korosi. Hasilnya, tangki G secara umum dalam kondisi baik dan tidak terbukti kebocoran tangki karena korosi.
Baca Juga: Di DPR, Pertamina Lapor Penyebab Kebakaran Kilang Balongan: Tersambar Petir
Berdasarkan hasil pemeriksaan B2TKS, ketebalan tangki bisa menyebabkan kebocoran bila di bawah 1,5 mm. Sedangkan hasil pengukuran B2TKS, ketebalan tangki G Balongan saat itu 4,19 mm hingga 8,85 mm.
2. LAPI ITB
Pusat Penelitian Petir LAPI ITB menduga kebakaran akibat adanya sambaran petir yang traveling yang menyebabkan panas di dinding tangki. Panas tersebut seperti pengelasan dan bisa melumerkan sesuatu dengan arus 200 ampere, namun tangki ini besarnya arus 18 ribu ampere. Sehingga sangat panas dan bisa mendegradasi tangki tersebut.
Sambaran petir akhirnya menyebabkan tangki tersebut menipis dan dinding tangki tidak bisa menahan tekanan mekanik dari BBM di dalam tangki. Sehingga tangki robek dan bocor.
3. Ditjen Migas
Menurut hasil investigasi Ditjen Migas Kementerian ESDM, kebocoran disebabkan kegagalan dari las-lasan akibat korosi. Ditjen Migas mengambil sampel plat tangki pada 5 hari setelah kebakaran.
Namun, Pertamina menilai sampel yang diambil Ditjen Migas bisa saja sudah dalam kondisi teroksidasi karena terpapar udara.
Baca Juga: Pertamina Naikkan Harga 2 Jenis BBM Nonsubsidi, Cek Daftar Harganya
4. DNV
Investigasi DNV menyatakan, penyebab kebocoran karena korosi pada dinding bagian dalam tangki. Korosi itu tidak terdeteksi saat inspeksi dilakukan sebelum dinding tangki mencapai kondisi kritis. DNV menilai kondisi tangki saat itu kritis akibat kapasitas yang melebihi batas kemampuan saat itu.
Tapi menurut Pertamina, sampel yang diambil adalah sampel plat tangki pasca kebakaran, sama seperti Ditjen Migas.
Selain merilis hasil penyelidikan penyebab kebocoran tangki, LAPI ITB dan Ditjen Migas juga merilis penyebab kebakaran tangki.
LAPI ITB menyebut kebakaran tangki karena sambaran petir atau induksi yang menimbulkan segitiga api (udara, vapor dari hidrokarbon, dan panas dari sambaran petir/induksi). Ini mengakibatkan tangki G terbakar dan merembet ke tangki E, F, dan H.
Hal serupa juga disampaikan Ditjen Migas, yaitu kebakaran karena ada unsur segitiga api. Namun, indikatornya berbeda yaitu segitiga api berasal dari udara, kebocoran hidrokarbon (isi BBM) di dinding tangki, dan panas yang diduga dari trafo area SS024 yang menyulut kebakaran.
Baca Juga: Pertamina Cari Sumber Migas Baru di 23 Desa di Cirebon
Di sisi lain, Djoko mengatakan saat kejadian berlangsung tidak ada aliran listrik yang berasal dari trafo di lokasi. Circuit breaker terkunci dan tidak menimbulkan panas.
Menurut dia, segitiga api yang menjadi penyebab kebakaran tangki karena ada induksi atau sambaran dari petir sebagaimana hasil investigasi LAPI ITB dan kesesuaian data yang didapat dari PLN.
"PLN Puslitbang memiliki alat untuk mendeteksi petir yaitu Lightning Detection System (LDS). Dari pengukuran LDS terhadap radius 15 km di area kilang sepanjang pukul 23:00 hingga 01:00 WIB, terdapat 241 sambaran petir," ujar Djoko.
Kebakaran Kilang Balongan terjadi pada 28 Maret 2021 lalu. Sebanyak 4 orang meninggal dan 6 orang menderita luka bakar akibat insiden itu.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.