JAKARTA, KOMPAS.TV – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), perluasan basis pajak pertambahan nilai (PPN) dengan pengurangan atas pengecualian obyek pajak akan dilakukan secara tepat sasaran untuk mencerminkan keadilan. Hal ini disampaikan dalam pembahasan antara Kementerian Keuangan dan Komisi XI DPR.
Dengan demikian, pemerintah memastikan pengenaan PPN atas jasa pendidikan, sembako, dan jasa kesehatan guna memberikan keadilan terhadap perlakuan perpajakan atas kelas ekonomi masyarakat.
Diketahui, RUU tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP kini tengah dibahas Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja RUU KUP Komisi XI DPR RI.
Lebih lanjut, Sri Mulyani memastikan bahwa barang maupun jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak, seperti barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan, dikenai PPN dengan tarif PPN yang lebih rendah dari tarif normal.
Bahkan, barang dan jasa tersebut dapat tidak dipungut PPN. Contohnya bagi masyarakat yang tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi.
Sasaran dan ketentuan
Adapun, Menkeu menyebutkan, sembako yang akan dikenai PPN adalah beras basmati dan daging sapi wagyu. Sedangkan, komoditas beras lokal dan daging sapi yang tidak termasuk kelas premium akan tetap dibebaskan dari PPN.
Baca Juga: Sejumlah Anggota DPR Tolak Perluasan PPN di Beberapa Sektor
Selanjutnya, di bidang pendidikan, hanya sekolah tertentu dengan bayaran surat persetujuan pembayaran (SPP) mahal yang bakal dibanderol PPN.
Walau belum dapat menyebutkan batasan iuran jasa pendidikan yang akan dikenakan PPN, secara umum PPN ditujukan untuk jasa pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan yang bersifat komersial.
”PPN ditujukan untuk lembaga pendidikan yang tidak menyelenggarakan kurikulum minimal yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional,” terang Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (13/9/2021).
Menkeu juga mengatakan, skema pengaturan atas rencana pengenaan PPN jasa pendidikan, dirancang agar tidak membebani masyarakat berpenghasilan rendah, terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan berencana mematok tarif PPN atas jasa pendidikan sebesar 7 persen. Sementara itu, di bidang kesehatan, PPN akan diterapkan pada penyelenggara jasa kesehatan yang bersifat non-esensial, seperti jasa-jasa klinik kecantikan/estetika maupun klinik operasi plastik.
Untuk jasa kesehatan yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak tetap dibebaskan dari pungutan PPN.
Pemisahan tersebut juga ditujukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam penguatan sistem jaminan kesehatan nasional. Meski demikian, Sri Mulyani belum menjelaskan berapa tarif PPN yang dikenakan atas jasa operasi plastik atau jasa klinik kecantikan lainnya.
Secara umum, seluruh barang dan jasa dikenai PPN, kecuali sudah menjadi obyek pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD), seperti restoran, hotel, parkir, dan hiburan. Adapun PPN dikecualikan terhadap uang, emas batangan untuk cadangan devisa negara, dan surat berharga.
Baca Juga: Was-was PPN Jasa Pendidikan, Kemenkeu Sebut Baru Disiapkan Usai Pandemi Covid-19
Sumber : Kompas TV/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.