JAKARTA, KOMPAS.TV – Pemerintah akan menempuh sejumlah langkah untuk melindungi industri dalam negeri dari tekanan dampak pandemi Covid-19 dan arus deras produk impor.
Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian mengambil beberapa langkah untuk ”memproteksi” industri dalam negeri dengan meningkatkan instrumen perlindungan dagang atau hambatan non-tarif (non-tariff barrier) serta mendorong serapan produk lokal lewat belanja pemerintah.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyoroti terlalu mudahnya produk impor masuk ke Indonesia. Menurutnya, hal itu terjadi karena proteksi dan hambatan perdagangan yang ditempuh Indonesia belum maksimal. Hal itu disampaikan pada kesempatan rapat perdana dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (25/8/2021).
Berkaitan dengan perlindungan industri, Agus mencontohkan bahwa China menerapkan tindakan pengamanan (safeguard) untuk 1.020 produk, selanjutnya Thailand menerapkan safeguard untuk 226 produk, Filipina 307 produk, sementara Indonesia hanya menerapkan safeguard untuk 102 jenis produk.
Contoh lainnya, instrumen antidumping. Di India, ada 280 produk yang diproteksi dengan instrumen antidumping, Filipina memproteksi 250 produk, sementara Indonesia hanya memproteksi 48 produk. ”Kita terbuka lebar. Begitu gampang produk-produk luar negeri masuk ke Indonesia,” kata Agus.
Ia juga memberi contoh lembaga sertifikasi produk (LSPro) yang jumlahnya terlalu banyak di Indonesia sehingga memudahkan produk dari luar negeri mendapat sertifikasi dan diperdagangkan di Indonesia. Indonesia saat ini memiliki 69 LSPro. Sebagai perbandingan, Malaysia, Jepang, India, dan China masing-masing hanya memiliki satu LSPro.
Baca Juga: Menperin: Produk Impor Tertentu Bakal Dihapus dari Aplikasi Online Shop E-katalog
”Ini menunjukkan, kalau negara lain itu mempersulit importasi dari negara lain, kita justru tidak. Kita punya 69 lembaga sertifikasi. Ini yang sedang berusaha kami benahi,” ujarnya.
Pembenahan lembaga sertifikasi produk itu dilakukan dengan mewajibkan tiap LSPro mempunyai laboratorium sendiri. Peraturan untuk itu kini sedang disiapkan.
”LSPro di Indonesia banyak yang ’kalengan’ karena tidak punya laboratorium sendiri. Cara kita memangkas itu dengan mewajibkan mereka punya laboratorium,” kata Agus.
Agus mengatakan, beberapa langkah proteksi, seperti melalui peningkatan instrumen trade remedies, perlu disikapi dengan hati-hati.
Hambatan impor yang diterapkan pemerintah di sektor hulu jangan sampai mengganggu kinerja industri di sektor intermediate (perantara) dan sektor hilir atau sebaliknya. Sebab, masih banyak industri yang bergantung pada impor bahan baku/penolong untuk beroperasi.
Selain itu, kebijakan ini juga harus terlebih dulu dibicarakan lintas kementerian. ”Kita harus hati-hati karena yang harus diurus dan dijaga itu industri dari hulu sampai hilir. Jangan sampai perlindungan di salah satu ujung mengganggu yang lainnya,” kata Agus.
Menghapus dari e-katalog
Selain melalui hambatan non-tarif, upaya proteksi juga akan ditempuh dengan mewajibkan belanja pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN) menyerap produk-produk dalam negeri.
Salah satunya lewat kerja sama Kemenperin dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk menghapus produk impor di aplikasi e-katalog belanja pemerintah jika jenis produk itu sudah mampu diproduksi di dalam negeri dan sudah memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) 40 persen.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Siapkan Antisipasi Penerapan UU PMSE E-Commerce
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.