JAKARTA, KOMPAS.TV – Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani khawatir penerapan mekanisme penyesuaian batas karbon (carbon border adjustment mechanism/CBAM) dapat mengubah daya saing dan struktur ekspor nasional ke kawasan UE dalam 3-5 tahun ke depan.
Menurutnya, CBAM berpotensi menyasar seluruh produk manufaktur yang proses produksinya menyumbang emisi karbon.
Mempertimbangkan kebijakan CBAM berlaku secara nondiskriminatif terhadap semua mitra dagang UE serta tidak kontradiksi dengan regulasi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) hingga saat ini, Shinta menilai, Indonesia sulit berupaya untuk mengubahnya.
”Oleh sebab itu, yang bisa Indonesia lakukan ialah transisi teknologi produksi dari konvensional ke rendah karbon. Transisi harus dimulai dari sekarang hingga 2023, khususnya untuk produk-produk ekspor unggulan ke UE,” katanya, Senin (26/7/2021)
Baca Juga: Uni Eropa Terapkan Kebijakan Karbon Baru, Indonesia Berpeluang Bangun Perekonomian Hijau
Sebelumnya, Komisi Eropa menyatakan, Kesepakatan Hijau Eropa menetapkan jalur yang jelas untuk mewujudkan target ambisius UE mengurangi emisi karbon 55 persen pada 2030.
”Kami mengusulkan CBAM yang akan menyelaraskan harga karbon pada impor dengan yang berlaku di UE. Dengan menghormati komitmen kami kepada WTO, kebijakan ini akan memastikan ambisi iklim kami tidak dirusak oleh perusahaan asing yang tunduk pada persyaratan lingkungan yang lebih longgar. Selain itu, CBAM juga akan mendorong standar yang lebih hijau di luar perbatasan kami,” sebut Komisi Eropa dalam siaran persnya.
Baca Juga: Ditanggung Konsumen, Peneliti Sarankan Pengenaan Pajak Karbon Perlu Dikaji Ulang
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.