JAKARTA, KOMPAS.TV – Pemerintah akan membuka perizinan pemanfaatan kapal ikan buatan luar negeri atau eks asing. Hal itu untuk mengoptimalkan penangkapan ikan di zona ekonomi eksklusif Indonesia dan laut lepas serta menggenjot penerimaan negara.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin mengungkapkan, armada perikanan Indonesia selama ini tidak berdaya mengisi perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di atas 12 mil hingga laut lepas karena minimnya jumlah kapal ikan berukuran besar.
Akibatnya, perairan tersebut banyak diisi kapal-kapal ikan asing.
Namun, pemanfaatan kapal eks asing perlu diikuti sejumlah persyaratan. Di antaranya, hasil tangkapan ikan tidak boleh dipasok langsung ke luar negeri dan dilarang alih muatan kapal (transshipment) untuk diekspor, tetapi wajib didaratkan pada pelabuhan perikanan di Indonesia.
Selain itu, kapal ikan juga wajib berbendera Indonesia, pemilik kapal harus jelas, alat pengawasan tersedia, seperti sistem monitoring kapal (VMS) dan sistem identifikasi otomatis (AIS). Selain itu, anak buah kapal wajib sepenuhnya berkebangsaan Indonesia.
”Uji coba (perizinan kapal buatan luar negeri) diharapkan mulai Agustus 2021. Semua hal pengalaman (pelanggaran) masa lalu yang tidak tepat jangan sampai terulang lagi,” ujar Safri, Senin (19/7/2021), dikutip dari Kompas.id.
Baca Juga: Peneliti: Kapal Patroli Pengawas Pencurian Ikan di Natuna Kalah Jumlah dengan Kapal Asing Ilegal
Diketahui, wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 717 yang meliputi perairan Teluk Cenderawasih dan Samudera Pasifik ditaksir memiliki stok ikan lestari 1,2 juta ton.
Sementara, WPP-NRI 718, yang meliputi perairan Laut Arafura, Laut Aru, dan Laut Timor bagian timur, memiliki stok ikan lestari 2,6 juta ton.
Agar dapat memanfaatkan perairan tersebut secara optimal, dibutuhkan sedikitnya 2.000 kapal besar berukuran di atas 150 gros ton (GT). Untuk keseluruhan perairan di Maluku dan sekitarnya dibutuhkan total 3.400 kapal besar.
Lebih lanjut, Safri menyampaikan, perizinan kapal buatan luar negeri perlu dibuka kembali untuk mengisi ZEEI dan laut lepas. Saat ini, terdapat sekitar 400 kapal buatan luar negeri ukuran besar yang mangkrak akibat kebijakan moratorium kapal eks asing sejak tahun 2014.
Sekitar 50-75 persen kapal-kapal itu membutuhkan perbaikan ulang.
Kebutuhan kapal besar juga akan dipenuhi dengan galangan kapal di dalam dan luar negeri. Meski demikian, kapasitas galangan kapal di Indonesia dinilai belum memadai.
Untuk membangun satu unit kapal berukuran 150-200 GT misalnya, dibutuhkan waktu hampir setahun. Oleh karena itu, terbuka opsi mendatangkan kapal ikan dari luar negeri.
Di lain sisi, sistem pengawasan perlu diperkuat dengan memanfaatkan citra satelit, serta koordinasi lintas kementerian/lembaga terkait, seperti aparat pengawasan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Bea Cukai, Kepolisian, dan TNI Angkatan Laut.
Baca Juga: KKP Tangkap Belasan Kapal Asing yang Gunakan Alat Tangkap Ikan Ilegal
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.