Febrio menjelaskan, sepanjang tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia nyatanya memang terkontraksi hingga -2,1 persen.
Namun, jika dibandingkan dengan beberapa negara G-20 maupun anggota ASEAN, realisasi ekonomi Indonesia masih terpantau lebih baik.
Pada 2020, kontraksi pertumbuhan ekonomi di India tercatat sebesar -8,0 persen, Afrika Selatan -7,0 persen, Brazil -4,1 persen, Thailand -6,1 persen, Filipina -9,5 persen, dan Malaysia -5,6 persen.
Pertumbuhan ekonomi yang positif selama 2020 hanya terjadi di beberapa negara, seperti China sebesar 2,3 persen, Turki 1,8 persen, dan Vietnam 2,9 persen.
Febrio menambahkan, sebelum pandemi, sejatinya Indonesia tengah berada dalam tren yang kuat dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
Baca Juga: Kemenko Perekonomian: 47,7 juta Dosis Vaksin Telah Disuntikkan, Percepatan Terus Dilakukan
Secara konsisten, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tinggi dalam beberapa tahun terakhir, yakni rata-rata 5,4 persen, dan hal itu berkat kerja keras dalam melaksanakan tiap pembangunan.
Hingga di tahun 2019, Indonesia berhasil masuk ke dalam jajaran negara berpendapatan menengah atas, meski dengan nilai GNI per kapita sedikit di atas ambang batas yang sebesar USD 4.046.
Sedangkan, menurut estimasi Bank Dunia, ambang batas negara berpendapatan menengah atas untuk tahun 2020 berubah menjadi USD 4.096.
Adapun klasifikasi yang dilakukan Bank Dunia juga mengalami perubahan dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, dan pertumbuhan penduduk, yang dapat mempengaruhi GNI per kapita suatu negara.
"Kontraksi pertumbuhan ekonomi yang relatif moderat di 2020 bagi Indonesia didukung oleh kerja keras APBN dan kebijakan fiskal yang akomodatif," tutur Febrio.
"Ini dampak tidak terhindarkan dengan adanya dampak dari pandemi," pungkas Febrio.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.