JAKARTA, KOMPAS.TV – Menjamurnya pekerjaan gig di perusahaan platform digital memunculkan isu tentang minimnya perlindungan bagi pekerja, seperti pengemudi daring (ojek online). Oleh sebab itu, penting bagi pekerja digital diperlakukan dan dilindungi sebagaimana pekerja pada umumnya.
Hal itu mengemuka dalam Forum Menteri Ketenagakerjaan G-20 yang mendorong negara-negara anggota untuk mengambil langkah-langkah dalam menyikapi isu perlindungan buruh platform digital.
Forum tersebut juga membahas langkah-langkah yang harus diambil negara-negara anggota untuk menghindari adanya misklasifikasi status bekerja di kalangan pekerja gig atau buruh digital tersebut. Salah satunya membuat regulasi yang khusus mengatur pergeseran tren pekerjaan di era digital.
Melansir dari laman Kompas.id, secara umum, ada tiga isu prioritas yang diangkat dalam forum G-20 yaitu, isu pekerjaan digital yang humanis, menciptakan pekerjaan yang lebih layak dan setara bagi pekerja perempuan, dan menyesuaikan sistem perlindungan kerja yang lebih adaptif dengan perubahan dunia kerja.
Baca Juga: Politeknik Ketenagakerjaan Buka Penerimaan Mahasiswa Baru 1 hingga 15 Juni, Simak Ketentuannya!
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Anwar Sanusi, mengatakan, pemerintah memberi perhatian khusus pada tren kerja baru di ranah ekonomi gig. Salah satunya dengan menyiapkan regulasi yang mengatur ketentuan kerja, hak, dan perlindungan bagi pekerja platform digital dan pekerja lepas (remote working).
”Kami berkomitmen menjalankan semua kesepakatan. Tiga isu prioritas yang diangkat dalam forum itu mencerminkan tantangan ketenagakerjaan yang harus kita hadapi saat ini dan di masa mendatang,” kata Anwar, yang hadir dalam forum G-20 mewakili Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Minggu (27/6/2021).
Terkait regulasi bagi pekerjaan platform digital, Anwar mengatakan, penerapannya tetap perlu memperhatikan kesiapan dan kondisi di setiap negara. Di Indonesia sendiri, pemerintah masih membuat kajian untuk membuat regulasi tersebut.
Menurut rencana, aturan baru itu akan dibahas bersama Kementerian Koperasi dan UKM. Sebab, selama ini pemerintah mengklasifikasikan para pekerja platform digital di bawah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Kemitraan, yang umumnya mengatur tentang sistem kerja kemitraan bagi pelaku UMKM.
Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan (Barenbang) Kemenaker Bambang Satrio Lelono mengatakan, pemerintah masih perlu mengundang para pemangku kepentingan yang terkait dengan dunia kerja digital. Tujuannya, supaya keberadaan peraturan baru tersebut nantinya bisa diterima semua sektor.
Ia juga menyebutkan, pemerintah belum memutuskan bentuk regulasi tersebut. Pertimbangannya, apakah berbentuk undang-undang baru atau dalam bentuk peraturan pemerintah.
"Itu yang sedang dikaji. Yang pasti akan diatur karena ini fleksibel sekali dan dari sisi hubungan kerja tetap perlu ada batasan yang lebih jelas agar tidak menciptakan gesekan sosial,” jelas dia.
Baca Juga: Pekerja Seni, Diajak Menaker Ikut BPJS Ketenagakerjaan Nih!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.