JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra menargetkan, pihaknya akan selesai melakukan negosiasi utang Garuda yang berjumlah Rp70 triliun tahun ini.
Irfan membeberkan target itu dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI bersama PT Garuda, Senin (21/6/2021).
Awalnya, anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid menanyakan kejelasan kapan masalah utang Garuda selesai.
Baca Juga: Kesulitan Keuangan, Garuda Indonesia Tunda Bayar Kupon Sukuk Global
“Pada satu sisi negosiasi dengan lessor (perusahaan yang menyewakan pesawat pada Garuda). Sisi lain adalah negosiasi utang lama. Itu kira-kira sampai kapan selesai? Supaya saya itu bisa tidur nyenyak karena Garuda masih hidup,” kata Nusron dalam siaran di kanal Youtube DPR RI.
“Perhitungan kita proses negosiasi lewat PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) atau tidak lewat PKPU, kita tidak bisa lagi lewat dari tahun ini. Ini yang kita targetkan bersama internal,” jawab Irfan.
Irfan mengatakan, pihaknya akan mengajukan proposal dengan konsekuensi finansial. Salah satunya adalah opsi mengganti utang kepada para lessor dengan hak kepemilikan aset Garuda.
“Proposal itu membutuhkan dukungan politik dari DPR. Kami mohon izin untuk bisa merepresentasikan proposal itu terlebih dahulu kepada anggota Komisi VI DPR,” ujar Irfan.
“Oke, jelas. Ketua, saya usul sampai bulan Desember (2021) kita enggak usah rapat lagi dengan Garuda. Kita tunggu Januari (2022),” balas Nusron.
Baca Juga: Eks Dirut Garuda Divonis Satu Tahun Penjara dan Denda Rp300 Juta Atas Kasus Penyelundupan
Nusron pun mengatakan akan mendukung proposal Garuda, bahkan walau mengorbankan saham pemerintah di Garuda.
“Yang penting selamat, Pak. Jangankan saham punya pemerintah. Saham minoritas yang lain hilang pun saya enggak menangis,” ucap Nusron.
Sebelumnya, Garuda diterpa isu utang Rp70 triliun karena biaya sewa pesawat yang terlalu mahal. Namun, Wakil Direktur PT Garuda Indonesia Dony Oskario menyebut, akar masalah utang itu adalah banyaknya pesawat yang tidak digunakan karena pandemi Covid-19.
“Kerugian kita itu sebenarnya murni karena pesawat yang tidak digunakan. Asetnya masih kita bayar secara fixed cost, tetapi pesawat itu tidak menghasilkan pendapatan,” ujar Dony di gedung DPR, Senin.
Dony menyebut, keberadaan pesawat tidak terpakai itu dapat menyebabkan kerugian Rp1 triliun per tahun.
Baca Juga: BEI Hentikan Sementara Perdagangan Saham Garuda Indonesia
Sebab itu, pihaknya sedang menegosiasi agar lessor menerima pengembalian pesawat sewaan dari Garuda. Ia mengatakan, Garuda sedang mengurus pengembalian 7 pesawat lain.
“Proses negosiasi ini tidak mudah. Proses ini membutuhkan waktu. Hari ini kita sudah mengembalikan kurang lebih 20 pesawat,” beber Dony.
“Kita masih punya pendapatan kurang lebih USD76 juta. Dan itu cukup untuk membayar lessor kita yang meminjamkan 41 pesawat tadi, cukup untuk bayar gaji, cukup juga untuk membayar Pertamina,” klaim Dony.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.