JAKARTA, KOMPAS.TV- Di tengah kondisi keuangan BUMN Garuda Indonesia yang sedang krisis akibat utang Rp70 triliun, Menteri BUMN Erick Thohir juga membeberkan utang PLN yang fantastis mencapai Rp500 triliun. Namun menurut Ekonom senior Faisal Basri, utang PLN tidak dipakai untuk foya-foya, melainkan hampir semuanya buat investasi .
Menurut Faisal, utang PLN pernah 31 Desember 2020 sebesar Rp451 triliun, turun Rp2 triliun dibanding 2019. Jumlah utang PLN itu juga masih lebih kecil dari total investasi yang dilakukan PLN dan nilai aset BUMN itu.
"Utang PLN tidak dipakai untuk foya-foya. Hampir semua dipakai untuk investasi. Hanya sebagian kecil untuk menjaga cashflow (arus kas)," kata Faisal dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (15/06/2021).
"PLN ini BUMN aset terbesar, sampai April 2021 mencapai Rp1.599,5 triliun. Harus kita jaga bersama-sama. Tidak ada BUMN lain dengan aset sebesar ini," tambahnya.
Baca Juga: Punya Utang Rp500 T, Ini Langkah untuk Menyehatkan Keuangan PLN
Dari catatan tambahan utang PLN periode 2015-2020, yang sebesar Rp199 triliun. Sedangkan nilai investasinya pada periode yang sama mencapai Rp448 triliun.
Investasi yang dilakukan PLN diantaranya adalah penambahan aset berupa pembangkit total 10.000 megawatt, transmisi sepanjang 23.000 kilometer sirkuit, dan gardu induk total 84.000 MvA. Investasi tersebut pun meningkatkan rasio elektrifikasi. Dari 88,3 persen menjadi 99,2 persen.
Investasi PLN, lanjut Faisal, bisa lebih besar dari utang karena sumber dananya tidak hanya pinjaman. Sebagian investasi PLN didanai dari kas internal dan penambahan modal. Investasi dari kas internal dimungkinkan karena PLN masih mencatatkan keuntungan.
Sebelumnya, dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (03/06/2021), Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan sejumlah langkah yang tengah dilakukan pihaknya dan PLN, untuk menyehatkan Keuangan BUMN kelistrikan itu.
Baca Juga: Luncurkan Iconnet, PLN Siap Bersaing dengan First Media, Biznet, dan IndiHome
Diantaranya, adalah dengan berupaya memotong belanja modal (capital expenditure/capex) hingga 50 persen. Kini, PLN baru mampu memangkas capex hingga 24 persen atau sekitar Rp 24 triliun.
"PLN itu utangnya Rp 500 triliun, tidak ada jalan kalau tidak segera disehatkan. Salah satunya, itu kenapa sejak awal kami meminta capex PLN ditekan sampai 50 persen," tutur Erick.
Langkah selanjutnya adalah bernegosiasi dengan pihak kreditur, terkait utang PLN. Sehingga PLN bisa mendapatkan bunga yang lebih ringan.
"Alhamdulillah dari PLN sendiri sudah tercapai negosiasi Rp 30 triliun," katanya.
Negosiasi juga dilakukan PLN dengan pemasok terkait pembelian listrik take or pay senilai Rp60 triliun. Dari jumlah itu, PLN sudah berhasil menegosiasikan Rp25 triliun.
Baca Juga: Pastikan Pasokan Listrik Aman di Sirkuit MotoGP Mandalika, PLN Bangun Tiga Jalur Tambahan
"Laporan terkahir sudah Rp 25 triliun dan masih ada Rp35 triliun, tapi tanpa dukungan kementerian lain, seperti contoh kompensasi PLN, itu hari ini diketok baru dibayar 2 tahun lagi, itu ada cost-nya alhamdulilah sekarang sudah dibayar 6 bulan,” terang Erick.
Meski utangnya besar, sepanjang 2020 PLN mampu mencetak laba bersih sebesar Rp5,9 triliun. Naik 38,6 persen dibanding 2019, yang sebesar Rp4,3 triliun.
Hal itu disebabkan efisiensi dan penghematan yang dilakukan PLN, bisa menhuranhi beban usaha hinhha Rp14,4 triliun. Dari yang semula sebesar Rp315,4 triliun di 2019 menjadi sebesar Rp301 triliun di 2020.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.