JAKARTA, KOMPAS.TV – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di sektor pendidikan tidak menyasar pada lembaga formal seperti sekolah bersubsidi dan lembaga nirlaba.
Staf Menkeu Yustinus Prastowo menjelaskan wacana PPN pendidikan dalam draf Revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) diperuntukan bagi jasa pendidikan bersifat komersial yang hanya dijangkau kelompok tertentu. Semisal lembaga pemberi sertifikat hingga les privat.
Menurut Ystinus, lembaga-lembaga tersebut saat ini belum dipungut pajak oleh pemerintah. Sebab harus ada pembeda antara lembaga yang komersial dan lembaga yang berbasis subsidi atau nirlaba.
Baca Juga: Tolak Rencana PPN Pendidikan, Muhammadiyah: Bertentangan dengan Konstitusi
Yustinus juga memastikan pemerintah cukup komprehensif dalam penerapan objek PPN di rancangan RUU KUP.
Bahkan, draf RUU KUP yang digagas tetap memerhatikan pedagang pasar serta masukan dari ormas seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
“Kami pastikan bahan kebutuhan pokok dan jasa pendidikan itu punya ruang untuk menjadi barang kena pajak atau jasa kena pajak, namun tidak otomatis kena pajak,” ujarnya saat diskusi daring bertajuk Publik Teriak, Sembako Kena Pajak, Sabtu (12/6/2021).
Lebih lanjut Yustinus menjelaskan wacana PPN pendidikan dalam draf RUU KUP tidak sepenuhnya dapat dijalankan lantaran belum ada pembahasan dengan DPR. Termasuk juga tarif pengenaan PPN dalam jasa pendidkan.
Baca Juga: Blak-blakan Staf Menkeu Ungkap Wacana Konsep PPN Sembako dalam Draf RUU KUP
Yustinus menyatakan pemerintah tidak sewenang-wenang dalam menentukan tarif PPN baik di sembako maupun pendidikan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.