JAKARTA, KOMPAS.TV - Terkait rekaman rapat internal Garuda Indonesia tentang pensiun dini yang beredar luas, melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), pihak Garuda Indonesia (GIAA) menyampaikan klarifikasinya.
Manajemen GIAA mengatakan, rekaman audio yang tersebar merupakan rekaman diskusi internal yang diperuntukan bagi internal Perseroan dan tidak untuk disebarluaskan.
“Adapun segala informasi yang disebutkan dalam rekaman audio tersebut merupakan informasi yang diperuntukan bagi internal Perseroan dan tidak untuk disebarluaskan dengan tujuan memberikan gambaran awal kepada karyawan dalam pengambilan keputusan terkait program pensiun dini,” tulis pihak manajemen Garuda Indonesia pada keterbukaan informasi BEI, dikutip Jumat (28/5/2021).
Pihak manajemen mengatakan, rekaman tersebut dapat beredar luas disebabkan karena penggunaan media online pada komunikasi yang dilakukan secara virtual bersama karyawan.
“Namun demikian, perkembangan teknologi informasi saat ini memungkinkan terjadinya penyebarluasan informasi internal di luar kontrol Perseroan,” tulis pihak manajemen GIAA.
Saat ini, pihak manajemen GIAA tengah melakukan penelusuran terkait rekaman internal yang beredar luas tersebut.
Baca Juga: Selamatkan Garuda Indonesia, Serikat Karyawan Tawarkan Opsi Lain
Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan pihaknya akan mengurangi pegawai karena kondisi pandemi Covid-19, salah satunya melalui program pensiun dini yang dapat diikuti semua karyawan.
"Program pensiun dipercepat karena berapa pun usia Anda, Anda eligible untuk ikut. Program itu akan dibuka hari ini 19 Mei hingga 19 Juni mendatang," kata Irfan.
Selain itu, perusahaan juga akan mengurangi armada pesawat dari sekitar 140 menjadi 70 pesawat.
Irfan mengatakan utang perusahaan sudah mencapai Rp70 triliun dan bertambah Rp1 triliun setiap bulannya. Kenaikan utang ini disebabkan karena pendapatan perusahaan tidak bisa menutup pengeluaran.
Irfan memproyeksikan pendapatan Mei 2021 hanya sekitar USD56 juta.
Sementara, pengeluaran sewa pesawat saja mencapai USD56 juta. Lalu, maintenance USD20 juta, avtur USD20 juta, pegawai USD20 juta.
"Secara cash sudah negatif. Secara modal sudah minus Rp41 triliun," jelas Irfan.
Baca Juga: Berbeda dengan Manajemen Garuda, Sekarga Sebut Pensiun Dini Opsi Terakhir
Terkait penyelesaian utang, manajemen GIAA mengatakan terus berupaya memastikan risiko solvabilitas dapat dimitigasi dengan sebaik-baiknya.
Langkah yang tengah dilakukan, yakni negosiasi dengan lessor pesawat, melakukan restrukturisasi utang usaha, termasuk terhadap BUMN serta mitra usaha lainnya, dan negosiasi langkah restrukturisasi pinjaman perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
“Sampai saat ini tidak terdapat informasi atau kejadian penting yang material dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup Perseroan serta dapat memengaruhi harga saham Perseroan,” ucap pihak GIAA.
Baca Juga: Garuda Indonesia Tawarkan Pensiun Dini, Serikat Karyawan Minta Regulasi Berpihak kepada BUMN
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.