JAKARTA, KOMPAS.TV – Bank Indonesia (BI) mendorong transaksi nontunai melalui perbankan digital (digital banking) maupun uang elektronik, sebab dinilai lebih aman.
Hal tersebut menjadi salah satu upaya untuk mengurangi peredaran uang palsu.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim, Rabu (14/4/2021) yang dilansir dari Kompas.id menuturkan, tren transaksi digital berpengaruh pada turunnya rasio uang palsu yang ditemukan di tengah masyarakat
Rasio temuan uang palsu sepanjang 2019 dan 2020 secara berturut-turut sebesar 9 lembar di setiap 1 juta lembar dan 5 lembar di setiap 1 juta lembar uang. Per triwulan-I 2021, rasionya 2 lembar di setiap 1 juta lembar uang.
Sejalan dengan itu, Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta menuturkan bahwa tren transaksi tanpa tatap muka saat ini menjadi momentum donasi dan berbelanja produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan memanfaatkan QRIS (Standar Kode Respons Cepat).
”Contohnya, asosiasi pedagang pempek di Palembang telah memanfaatkan QRIS. Konsumen dapat membeli pempek secara daring dan membayarnya dengan QRIS,” ujar Filianingsih.
Tak hanya QRIS, lanjutnya, transaksi nontunai dengan kartu kredit juga dapat menjadi andalan selama Ramadhan-Lebaran 2021.
Oleh sebab itu, BI menurunkan suku bunga maksimal kartu kredit yang semula 2,25 persen per bulan menjadi 2 persen per bulan.
Denda keterlambatan pembayaran diturunkan, dari 3 persen atau maksimal Rp 150.000 menjadi 1 persen atau maksimal Rp 100.000.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, terdapat perbedaan pola perputaran uang pada periode Ramadhan-Lebaran 2021.
Transfer (uang) sosial antarkerabat atau antarsaudara di daerah yang berbeda akan tetap berjalan. Namun, perputaran uang yang dibawa sepanjang mudik akan lebih rendah dibandingkan dengan 2019.
“Perputaran uang tersebut biasanya dibelanjakan di area istirahat serta di tujuan mudik untuk membeli makanan, minuman, dan kebutuhan lainnya,” tuturnya, (14/4).
Baca Juga: BI Siapkan Uang Kartal untuk Ramadan dan Lebaran Sebesar Rp152,14 Triliun
Pada Ramadhan-Lebaran tahun ini, lanjutnya, konsumsi masyarakat berpenghasilan kelas menengah ke atas lebih menyokong peredaran uang.
Hal tersebut beradasarkan asumsi bahwa masih ada tabungan untuk belanja kebutuhan primer dan sekunder, seperti makanan-minuman dan pakaian. Sedangkan, konsumsi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah masih mengandalkan bantuan sosial.
Baca Juga: Bank Indonesia akan Terbitkan Uang Digital
Secara makro, dampak konsumsi selama Ramadhan-Lebaran 2021 pada perekonomian nasional salah satunya tecermin pada laju inflasi. ”Kalau inflasinya (dibandingkan periode sama tahun sebelumnya) berada di rentang 1,7-2 persen, belanja Ramadhan-Lebaran berdampak pada ekonomi. Tetapi, jika inflasi berada di bawah 1,5 persen, Ramadhan-Lebaran tidak ada efeknya,” jelas Tauhid
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.