JAKARTA, KOMPAS.TV- Dalam proyeksi terbarunya edisi April 2021, Bank Dunia memprediksi ada 32 juta orang miskin di kawasan Asia Timur-Pasifik yang gagal keluar dari jurang kemiskinan pada tahun 2020. Lantaran, mereka tertekan krisis ekonomi yang muncul sebagai dampak pandemi Covid-19.
"Diperkirakan 32 juta penduduk di kawasan ini gagal keluar dari kemiskinan," ujar Kepala Ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik, Aaditya Mattoo, dalam konferensi pers virtual, Jumat (26/03/2021).
Aaditya menyatakan, 32 juta orang miskin yang sulit lepas dari jerat kemiskinan merupakan mereka yang berpenghasilan di bawah garis kemiskinan.
Nilai garis kemiskinan saat ini menurut Bank Dunia ada di kisaran US$5,5 per hari atau setara Rp79.200 per hari (kurs Rp14.400 per dolar AS).
Baca Juga: Luhut Klaim Pernah Tolak Pinjaman Bank Dunia untuk Vaksin Corona, Ini Cerita Lengkapnya
Selama ini, kawasan Asia Timur Pasifik secara konsisten mampu menurunkan jumlah orang miskin dari tahun ke tahun.
Namun dengan adanya pandemi, angka kemiskinan yang selama ini menurun menjadi terhenti untuk pertama kalinya dalam 20 tahun.
Pandemi Covid-19 juga membuat tingkat ketimpangan meningkat. Khususnya, ketimpangan dalam penanganan penyakit, ekonomi, dan sosial.
"Misalnya, anak-anak rumah tangga miskin memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pembelajaran jarak jauh yang menggunakan akses digital teknologi ketimbang anak-anak rumah tangga menengah," terang Aaditya.
Ketimpangan juga terjadi pada pemanfaatan teknologi digital. Bank Dunia menilai, perusahaan besar lebih bisa memanfaatkan teknologi digital untuk mencari peluang bertahan di masa pandemi.
Baca Juga: Jokowi Unggah Dukungan Bank Dunia pada Omnibus Law UU Cipta Kerja
"Penjualan oleh usaha mikro menyusut sepertiga dibandingkan penjualan perusahaan besar yang menyusut seperempat. Perusahaan yang lebih kecil juga cenderung tidak memanfaatkan berbagai peluang digital baru," jelasnya.
Selain itu, pandemi juga memberi dampak peningkatan kekerasan terhadap perempuan, termasuk di Indonesia. Perempuan mengalami kekerasan di dalam rumah tangga lebih parah dibandingkan sebelumnya.
"Di mana 35% dari responden di Laos dan 83% responden di Indonesia mengatakan bahwa tingkat kekerasan domestik memburuk akibat covid-19," paparnya.
Berbagai penurunan ini menjadi tantangan bagi negara-negara di kawasan ke depan. Sebab, pekerjaan rumah mereka tidak hanya berupa pemulihan ekonomi, tetapi juga memperbaiki indikator ini di masa mendatang.
Baca Juga: Potret Kemiskinan Warga Dengan Upah 20 ribu Perhari Hidupi 2 Adik Disabilitas Dan Hiperaktif
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.