JAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Komisi II DPR RI sepakat menunda pelaksanaan sertifikat tanah elektronik.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung, saat membacakan kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II dengan Kementerian ATR/BPN secara virtual pada Selasa (23/3/2021).
"Komisi II dan Menteri ATR/BPN sepakat menunda pemberlakuan sertifikasi elektronik dan segera melakukan evaluasi serta revisi terhadap ketentuan yang berpotensi menimbulkan permasalahan di masyarakat," kata Doli seperti dikutip dari Antara, Rabu (24/03/2021).
Baca Juga: Pakar Sebut Sertifikat Tanah Elektronik Tak Bisa Diterapkan di Indonesia, Ini Alasannya
Kesimpulan lain dari RDP itu, Komisi II juga meminta Kementerian ATR/BPN untuk mengevaluasi dan menyelesaikan seluruh Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pengelolaan (HPL) yang tumpang tindih.
Terutama dengan hak rakyat atas tanah yang tidak sesuai dengan izin dan pemanfaatannya, yang tidak sesuai peruntukannya, serta yang telantar dan tidak bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan negara.
Komisi II akan membentuk panitia kerja HGU, HGB, dan HPL, serta panitia kerja mafia pertanahan dan panitia kerja tata ruang.
Baca Juga: WHO Tak Rekomendasikan Sertifikat Vaksin sebagai 'Paspor' Berpergian
Saat RDP berlangsung, anggota Komisi II DPR Heru Sudjatmoko mengatakan, pihaknya mendukung penerapan program sertifikat tanah elektronik.
Namun, pemerintah diharapkan menyelesaikan masalah yang ada di dalam Peraturan Menteri ATR/BPN tentang Sertifikat Elektronik
"Saya mohon dan menggarisbawahi program sertifikat elektronik ditunda dulu sampai clear, jangan sampai timbul kegaduhan dan merugikan kita semua," ujar Heru.
Baca Juga: Pemerintah Godok Aturan Sertifikat Vaksin jadi Syarat Berpergian
Sementara Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil mengatakan, kebijakan sertifikasi tanah elektronik memang masih dalam tahap uji coba. Belum berlaku bagi masyarakat luas.
Sasaran awal uji coba ini adalah bangunan milik negara dan aset-aset perusahaan besar yang sertifikatnya dialihkan dari dokumen fisik menjadi dokumen elektronik.
Dalam tahap uji coba, Kementerian ATR terus mengevaluasi keamanan dokumen sertifikat elektronik dengan menggunakan standar internasional.
Baca Juga: Ratusan Tanah Warga Diduga Diserobot Mafia Tanah - BERKAS KOMPAS (1)
"Untuk masyarakat luas belum, atau sampai masyarakat yakin sertifikat elektronik mudah dan dapat diakses serta dapat dipertanggungjawabkan," terang Sofyan saat dapat kerja bersama Komisi II DPR Senin (22/03/2021).
Penggunaan dokumen elektronik juga tidak akan diikuti dengan penarikan sertifikat fisik. Sertifikat fisik yang sudah ada akan dicap oleh BPN, yang menerangkan bahwa sertifikat tersebut sudah dialihmediakan menjadi sertifikat elektronik.
"Bila masyarakat ragu dengan sertifikat elektronik, BPN akan mengembalikan agar masyarakat yakin tidak ada perubahan," tambahnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.