JAKARTA, KOMPAS.TV - Ikan hias Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menjadi andalan komoditas ekspor. Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan, Indonesia tak pernah absen menjadi lima besar negara pengekspor ikan hias sejak 2010 dan menjadi yang terbesar di dunia pada tahun 2018.
"Ekspor ikan hias Indonesia senilai US$33 juta pada 2019, meningkat signifikan dari tahun 2012 sebesar US$21 juta. Nilai ekspor ikan hias Indonesia tahun 2019 ini merupakan 10,5% dari pasar ikan hias dunia," kata Sakti dalam cuitan twitternya, Minggu (7/3/2021).
Cuitan tersebut juga dalam rangka meresmikan Pusat Koi dan Maskoki Nusantara di Raiser Ikan Hias Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (7/3/2021).
Baca Juga: Mantan Stafsus Menteri KKP Menyaksikan Rumahnya Disita KPK Karena Kasus Korupsi Benih Lobster
Sakti menyebutkan jenis ikan hias Indonsia yang laku dipasaran.
"Komoditas ikan hias ekspor Indonesia antara lain adalah napoleon wrasse, arwana, cupang hias, dan maskoki. Sedangkan negara tujuan utama ekspor ikan hias Indonesia adalah China, Amerika, Rusia, Kanada, dan Singapura," tambahnya.
Kondisi ini bertolak belakang dengan komoditas beras. Indonsia justeru akan mengimpor 1 juta ton beras untuk kebutuhan dalam negeri.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa menjaga ketersediaan beras di dalam negeri merupakan hal penting untuk dilakukan agar harga komoditas tersebut bisa tetap terkendali.
Sehingga ia berencana melakukan impor beras sebanyak 1 juta ton di tahun 2021.
Baca Juga: Sempat Bertemu Bupati Sleman, Menteri Sakti Wahyu Trenggono Umumkan Kondisi Kesehatannya
Hal ini pun yang dipertanyakan politikus PKS Slamet. Pasalnya, rencana impor 1 juta ton beras dinilai kontradiktif dengan wacana Menteri Pertahanan yang menyebut Food Estate menggunakan sistem pertanian presisi, sehingga bisa menghasilkan 3 hingga 4 kali lebih banyak (sekira 17 ton per hektar) produk ketimbang dengan penggunaan teknologi biasa.
"Pemerintah sudah memulai proyek Food Estate seluas 165 ribu hektar di berbagai lokasi. Artinya pemerintah bisa memberi tambahan hasil panen di luar hasil panen petani biasanya, dengan hitungan, 165 ribu hektar dikali 17 ton, maka seharusnya ada 2,8 juta ton tahun ini. Lalu untuk apa lagi impor 1 juta ton?” tanya Slamet.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.