BOGOR, KOMPAS.TV - Pandemi Covid-19 mendorong lompatan digitalisasi di industri pertanian. Para petani di kawasan Cisarua, Bogor, Jawa Barat kini memiliki akses pasar lebih luas.
Sebelum pandemi, petani hanya dapat menjual hasil tani kepada tengkulak dan pasar tradisional lokal. Namun, penjualan anjlok saat pandemi menghantam karena warga enggan pergi ke pasar tradisional.
Berganti tahun, strategi menjual hasil tani ke penjual sayur daring masih dipakai petani untuk menambah pendapatan.
Harga yang ditawarkan para penjual sayur daring asal ibu kota bisa dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan tengkulak.
Meski demikian, ketergantungan kepada tengkulak masih tinggi. Secara kuantitas, tengkulak lah yang memborong hasil petani.
Imai Romdoni, petani di Cisarua, menyuplai kebutuhan dua perusahaan sayur online asal Jakarta. Namun, permintaan mereka hanya mampu menyerap sepuluh persen dari hasil ladangnya.
Tengkulak juga sering menjadi tempat para petani mengadu, jika kekurangan modal. Abdul Adjiz yang tumbuh dari keluarga petani mengatakan sistem kredit di tengkulak dianggap sesuai dengan masa tanam para petani.
Oleh karena itu, petani kerap meminjam uang dari tengkulak untuk memenuhi kebutuhan masa tanam serta kebutuhan sehari-hari.
Penjualan sayur secara daring sedikit demi sedikit menekan dominasi para tengkulak dan memotong rantai distribusi pangan.
Keberadaan penjualan sayur online diharapkan kian kuat sehingga mampu menyerap lebih banyak hasil panen para petani.
Namun, menjalankan bisnis yang sempat tren di awal pandemi memerlukan strategi khusus, jika tidak ingin menyandang status aji mumpung.
Simak model bisnis penjual sayur online yang bertahan dari sekadar tren pada bagian “Bisnis Sayur Online Bertahan dari Sekadar Tren”.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.