KOMPAS.TV - Tempe tahu makanan kebanggaan Indonesia tak sepenuhnya adalah buatan lokal.
Masalah impor kedelai ini juga bukan penyakit baru, tiap tahun sudah pasti terjadi, harga impor yang melesat naik, sampai pedagang tempe kesulitan karena bingung harga beli bahan baku tingg lantas harus berapa dijual ke konsumen?.
Alhasil petani harus urung berjualan sementara atau mengecilkan ukuran tahu tempe yang dijual agar tidak merugi.
Kenapa harga kedelai bisa tidak stabil? Salah satunya adalah karena Indonesia masih sangat bergantung dengan impor kedelai.
Indonesia merupakan negara yang paling banyak mengimpor kedelai dari Amerika Serikat, disusul Kanada, Malaysia, hingga Perancis.
Jeleknya impor adalah jadi harganya akan bergantung pada pasar global.
Ditambah, tiba-tiba, permintaan kedelai di Tiongkok naik pesat dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton, seiring dengan perbaikan ekonomi di negara tersebut.
Tiongkok ini juga impor, jadi dampaknya stok di negara produsen seperti AS banyak terserap ke Tiongkok.
Kementerian Pertanian yang bertanggung jawab pada produksi lokal pun menyatakan bahwa pengembangan produksi kedelai lokal cukup sulit karena tak ada kepastian pasar, sehingga petani lebih milih menanam jagung dan padi.
Kedelai lokal sebenarnya punya kelebihan, yaitu non-genetically modified organism, artinya lebih natural, ga ada kandungan transgenik.
Transgenik ini ada proses campur tangan manusia dan tambahan zat-zat lain, sehingga produksi suatu komoditas bisa lebih baik.
Tapi hal ini jadi membuat kedelai lokal punya kelemahan. Biasanya ukurannya kecil, kulit ari sulit dibersihkan, proses peragian memakan waktu lebih lama.
Kata pedagang pun kedelai impor karena ukurannya lebih besar, bisa menghasilkan jumlah tempe tahu lebih banyak dibanding kalau pakai kedelai lokal.
Ya, masih banyak PR yang harus dibenahi.
Mulai dari membuat industri perbenihan, hingga mekanisasi pertanian berskala besar untuk para petani kedelai.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.