Masyarakat di Indonesia kini boleh tidak memakai masker saat berada di luar ruangan dan tidak padat orang. Adapun pelaku perjalanan dalam dan luar negeri tidak lagi wajib tes swab PCR dan antigen bila sudah divaksin dosis lengkap, demikian dipaparkan Presiden Joko Widodo dengan memperhatikan "kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia yang semakin terkendali."
"Pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan pemakaian masker. Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang, maka diperbolehkan untuk tidak menggunakan masker," ujar Presiden Jokowi saat memberi pernyataan pers di Istana Bogor Selasa sore (17/05).
Baca juga:
Namun untuk kegiatan di ruangan tertutup dan transportasi publik, Jokowi menyatakan warga tetap harus menggunakan masker. Begitu pula bagi masyarakat yang masuk kategori rentan, lanjut usia, atau memiliki penyakit komorbid maka saya tetap menyarankan untuk memakai masker saat beraktivitas.
"Demikian juga bagi masyarakat yang mengalami gejala batuk dan pilek maka tetap harus menggunakan masker ketika melakukan aktivitas," lanjut Jokowi dalam pernyataan yang disiarkan akun Sekretariat Presiden RI di YouTube.
Lalu bagi pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri yang sudah mendapatkan vaksinasi Covid dosis lengkap, maka kata Jokowi "sudah tidak perlu lagi untuk melakukan tes swab PCR maupun antigen."
Sebelumnya juru bicara Satgas Covid-19 menyebut mudik lebaran tahun ini sebagai 'suatu pertaruhan besar' saat situasi pandemi di Indonesia semakin membaik.
Hery Trianto, ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Covid-19, mengatakan pemerintah berharap kemungkinan kenaikan kasus setelah periode mudik tidak begitu besar dan tingkat keparahannya tidak terlalu berat karena sebagian besar masyarakat sudah divaksinasi.
"Ini memang suatu pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia terkait dengan pelaksanaan mudik. Dan kemudian kita lihat apa yang terjadi - apakah akan terjadi kenaikan atau pelandaian seperti sekarang. Semua orang berharap terjadi pelandaian," kata Hery kepada BBC News Indonesia, Rabu (27/04).
Sekitar 80 juta orang diperkirakan akan pulang kampung pada Idulfitri tahun ini, setelah pemerintah untuk pertama kalinya dalam dua tahun membolehkan masyarakat untuk mudik.
Langkah tersebut diambil seiring kondisi pandemi di Indonesia semakin terkendali, dengan jumlah kasus dan angka kematian yang terus menurun.
Peningkatan mobilitas selama mudik juga berarti peningkatan risiko penularan, yang dapat berujung pada kenaikan kasus.
Namun kenaikan kasus diharapkan tidak separah tahun-tahun lalu karena sebagian besar masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi - dari infeksi maupun vaksinasi.
Survei serologi yang dilakukan Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Tim Pandemi Fakultas Kesehatan Masyarakat UI pada akhir tahun lalu menemukan hampir 90 persen penduduk Indonesia memiliki antibodi terhadap virus SARS-CoV 2, penyebab Covid-19.
Hery mengatakan, pemerintah mempersiapkan fasilitas kesehatan untuk mengantisipasi kenaikan jumlah kasus setelah mudik.
"Rumah sakit wisma atlet masih siaga, dan tempat-tempat isolasi terpusat maupun tempat-tempat karantina memang untuk sementara ini dihentikan operasionalnya tetapi mereka dalam posisi siaga jika sewaktu-waktu dibutuhkan sebagai tempat karantina atau tempat perawatan atau tempat isolasi pasien-pasien yang tidak bergejala," ujarnya.
Ia menjelaskan terdapat lebih dari 130.000 tempat tidur di rumah sakit di seluruh Indonesia yang bisa digunakan untuk perawatan pasien Covid. Jumlah tersebut adalah 30% dari total tempat tidur di seluruh rumah sakit. Saat ini tingkat keterisiannya kurang dari 4%.
Menurut catatan Satgas, pada puncak gelombang Omicron, ketika jumlah kasus harian mencapai hampir 64.000, tingkat perawatan tidak lebih dari 30%. Sebagai perbandingan, pada puncak gelombang Delta, ketika jumlah kasus harian 56.000, keterisian rumah sakit hampir 100%.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.