Pemerintah Indonesia disebut memiliki pekerjaan rumah 'cukup berat' untuk bisa menggandeng bos Tesla, Elon Musk, agar mau berinvestasi dalam pemanfaatan nikel sebagai salah satu komponen pembuatan baterai kendaraan listrik.
Ekonom dari Center of Reform in Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet, mengatakan Tesla mempunyai standar tinggi terkait pengelolaan lingkungan keberlanjutan, sosial, dan peraturan yang mesti dipenuhi.
Tapi, LSM lingkungan Walhi menyatakan keberatan jika Tesla berinvestasi di Indonesia lantaran tata kelola pertambangan nikel di dalam negeri sangat buruk. Sebab, katanya, dari hampir 7.000 hektare lahan tambang nikel yang beroperasi, telah memicu berbagai dampak ekologis.
Adapun anggota DPR dari partai pendukung pemerintah, Faisol Riza, berharap investasi Indonesia dengan bos Tesla itu bisa tercapai demi membuka lapangan pekerjaan baru.
Baca juga:
Upaya pemerintahan Jokowi menarik Tesla agar berinvestasi di Indonesia pada pengembangan baterai untuk kendaraan listrik sudah dimulai sejak tahun lalu.
Keseriusan itu ditunjukkan dalam pertemuan rombongan Menteri Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dengan Elon Musk pada 26 April silam kemudian disusul kunjungan Presiden Joko Widodo ke pabrik roket Space X milik miliarder itu pada Sabtu (14/5) lalu.
Ekonom dari Center of Reform in Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menilai lawatan presiden tersebut memperlihatkan ambisi besar Jokowi mengembangkan industri kendaraan listrik di dalam negeri. Mulai dari memproduksi komponen baterai dan merakit kendaraan listrik.
Pasalnya Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2019, produksi bijih nikel di Indonesia sekitar 800 ribu ton. Angka itu menduduki peringat satu dunia yang terpaut 400 ribu ton dari Filipina.
Karena itulah, menurutnya, jika investasi ini berhasil maka akan sangat menguntungkan Indonesia.
"Kerja sama investasi dengan Tesla sangat menguntungkan. Kalau Indonesia terlibat dari rantai pasok pembuatan perakitan mobil listrik Tesla, ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk kembali mendorong industrialisasi," ujar Yusuf Rendy kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (15/5).
"Pintu untuk produk-produk yang dihasilkan Indonesia bisa terbuka lagi. Misalnya dari menjual baterai ke Tesla kemudian bisa menembus pasar negara-negara Eropa."
Hingga saat ini, sambung Rendy, Indonesia hanya sebagai negara pemasok bahan baku pembuatan baterai mobil listrik ke China.
Namun, bukan perkara mudah untuk menarik Tesla atau perusahaan sejenis berinvestasi di dalam negeri.
Setidaknya ada tiga hal yang menjadi perhatian penting untuk bisa meloloskan kerja sama itu; mulai dari aspek lingkungan, sosial, dan pemerintahan atau disebut ESG.
Dalam hal lingkungan, hampir semua produsen mobil listrik mengedepankan negara-negara yang menggunakan energi berkelanjutan atau ramah lingkungan.
"Untuk sosial, investor melihat apakah selama ini pertambangan yang beroperasi di suatu negara memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat atau malah berdampak negatif seperti menelan korban," kata ekonom dari Center of Reform in Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet.
Terkait pemerintahan, kata Rendy, para investor biasanya merujuk pada aturan yang dikeluarkan pemerintah setempat apakah mendukung industrialisasi atau tidak.
Dari ketiga faktor tersebut, menurutnya, Indonesia hanya memenuhi satu syarat saja yaitu kebijakan. Mengenai lingkungan dan sosial masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi.
"Indonesia sudah ada semacam langkah untuk melakukan transformasi dari bagaimana mengganti energi fosil ke energi berkelanjutan. Tapi sampai sekarang penggunaan bahan bakar fosil masih besar. Ini yang bisa memberatkan investor seperti Tesla dan sejenisnya."
"Kemudian pertambangan seperti batu bara kita tahu ada yang ilegal dan di saat bersamaan ada yang menelan korban ketika tidak dikelola dengan baik. Ini lagi yang memberatkan kalau bicara konteks sosial."
"Jadi lingkungan dan sosial yang menjadi PR setelah Jokowi pulang kalau seandainya ingin menindaklanjuti pertemuan dengan Elon Musk."
Kalaupun kerja sama investasi antara Indonesia dan Elon Musk berlanjut, ujar Rendy, tidak mungkin bisa terlaksana dalam satu atau dua tahun.
Untuk mencapai semua kriteria itu dibutuhkan waktu lima sampai sepuluh tahun.
Seperti yang dilaporkan kantor berita Reuters, pertemuan Presiden Jokowi dan bos Tesla, Elon Musk, di pabrik roket Space X, Boca Chica, AS, pada Sabtu (14/5) lalu terjadi setelah adanya pembicaraan tentang potensi investasi di sektor industri nikel dan pengembangan baterai kendaraan listrik.
Juru bicara Menko Marves, Jodi Mahardi, mengatakan Musk telah mengirim timnya ke Indonesia untuk membahas investasi tersebut pada pekan lalu.
Ketua Komisi VI DPR dari partai pendukung pemerintah, Faisol Riza, memuji upaya pendekatan Presiden Jokowi terhadap bos Tesla, Elon Musk. Ia pun berharap investasi Indonesia dengan Tesla itu bisa tercapai demi membuka lapangan pekerjaan baru.
"Segala bentuk investasi bukan hanya untuk membantu perekonomian nasional tapi juga meningkatkan atau memperluas lapangan pekerjaan di masyarakat. Dua hal itu yang kita harapkan dengan pasti dari kerja sama dengan Tesla," imbuh Faisol Riza.
Walhi: 'Kami penuh kekhawatiran dengan adanya investasi nikel'
Manajer Pengkampanye Tambang dan Energi WALHI, Rere Jambore Christanto, mengatakan, pihaknya khawatir jika investasi nikel Elon Musk terlaksana.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.