Demonstrasi mahasiswa dari 18 universitas di Indonesia yang menolak wacana perpanjangan jabatan Presiden Joko Widodo atau penundaan Pemilu 2024 diwarnai penganiayaan pegiat media sosial Ade Armando pada Senin (11/04).
Ade Armando dianiaya massa saat mengikuti aksi demonstrasi di depan gedung DPR/MPR RI. Ade dianiaya sekumpulan massa hingga tersungkur ke aspal. Bahkan celana panjang yang dikenakannya hilang. Ade juga mencoba melindungi kepala dan badan sambil tersungkur ke tanah ketika dia diamuk massa.
Polda Metro Jaya mengultimatum agar para pelaku penganiayaan pegiat media sosial dan juga dosen Universitas Indonesia itu untuk segera menyerahkan diri kepada pihak berwajib.
"Jika tak menyerahkan diri kami akan tangkap," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Senin (11/04), sebagaimana dilaporkan kantor berita Antara.
Fadil mengatakan jika pelaku pengeroyokan tidak menyerahkan diri, maka pihak kepolisian segera melakukan upaya penegakan hukum.
"Besok mungkin kami akan melakukan upaya penegakan hukum dan mengumumkan identitas pelaku," ujarnya.
Fadil juga mengatakan polisi telah mengantongi identitas para pelaku pengeroyokan tersebut.
"Untuk para pelaku, kami sudah mengidentifikasi kelompoknya sekaligus orang-orangnya," kata dia.
Fadil mengungkapkan Ade Armando menderita luka di bagian kepala akibat dikeroyok, namun petugas kepolisian berhasil mengevakuasi yang bersangkutan dari amuk massa dan membawanya ke rumah sakit.
"Kondisi Ade Armando memprihatinkan. Beliau terluka di bagian kepala. Sekarang tim Polda Metro Jaya sudah membawa beliau ke Rumah Sakit," ujar Fadil.
Baca juga:
Pada Senin (11/04), para mahasiswa dari 18 universitas di Indonesia yang menggelar aksi demonstrasi di Jakarta, mendesak Presiden Jokowi memberikan pernyataan jelas untuk menolak wacana perpanjangan jabatan atau penundaan pemilu.
Mereka menilai pernyataan terakhir presiden kepada menterinya "masih bersayap dan memberikan peluang bagi DPR untuk mengubah undang-undang".
Dalam rapat terbatas di Istana yang digelar hari Minggu (10/4), Presiden Joko Widodo meminta jajarannya menyampaikan kepada masyarakat bahwa pelaksanaan pemilu akan tetap dilaksanakan pada 14 Februari 2024.
Pesan itu perlu disampaikan "untuk menepis spekulasi yang terlanjur berkembang di masyarakat".
Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Kaharuddin, mengatakan aksi demonstrasi pada Senin (11/04) merupakan gelombang pertama gerakan mahasiswa atas enam tuntutan mereka yang harus dipenuhi pemerintah.
Pada Senin (28/03) lalu mereka telah menyerahkan tuntutan itu kepada presiden dan memberikan waktu 14 hari untuk menjawab.
Tuntutan pertama, mendesak Presiden Jokowi bersikap tegas atau menolak atas wacana penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan tiga periode.
Kemudian mendesak presiden menunda proyek pembangunan Ibu Kota Negara, menstabilkan harga serta ketersediaan bahan pokok, mengusut mafia minyak goreng, menyelesaikan konflik agraria, dan menuntut presiden juga wakil presiden menuntaskan janji-janji kampanye pada sisa masa jabatan.
Jika pemerintah tidak memenuhi permintaan tersebut maka gelombang demonstrasi berikutnya akan terus bergulir, kata Kaharuddin.
"Gerakan mahasiswa tidak akan berhenti pada 11 April 2022. Dan 11 April merupakan puncak gelombang pertama, akan ada gelombang-gelombang berikutnya ketika pemerintah keluar dari jalurnya dan mengeluarkan kebijakan yang nyeleneh," jelas Kaharuddin kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (10/4).
Dari enam tuntutan yang disuarakan, penolakan atas wacana perpanjangan jabatan presiden hingga tiga periode menjadi persoalan krusial, tegasnya.
Sebab kendati beberapa hari lalu presiden telah memerintahkan para menterinya untuk tidak lagi membahas soal penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden ke publik, tapi hal itu dianggap tidak cukup.
Perkataan presiden disebut masih membuka peluang bagi DPR mengubah undang-undang.
Sehingga diperlukan pernyataan yang lebih tegas dan terang benderang bahwa presiden menolak sepenuhnya gagasan tersebut.
"Kami butuh pernyataan sikap dan komitmen bahwa presiden menolak. Apalagi keberadaan oposisi saat ini lemah. Begitu juga dengan DPR. Karena itu kami hadir untuk mengkritisi pemerintah agar kebijakannya pro kepada rakyat."
"Kalau Presiden Jokowi tidak bisa tegas, maka tentu akan memicu gerakan mahasiswa untuk terus bergerak. Karena wacana itu sangat jelas menyalahi konstitusi," ujarnya.
BEM SI sebelumnya tidak memberitahu lokasi aksi demonstrasi mereka. Kaharuddin mengatakan, hal itu agar keberadaan mereka tidak disusupi kelompok yang berupaya menggembosi aksi tersebut.
"Yang pasti kami berdemo di satu titik, tapi kami berjaga-jaga supaya tidak ada kelompok anarkistis yang menyusupi aksi kami."
Namun muncul kabar Aliansi BEM SI memindahkan lokasi demonstrasi dari dekat Istana Merdeka - tepatnya di sekitar Patung Kuda Arjuna Wijaya - ke depan Kompleks Gedung DPR/MPR di Senayan Jakarta, Senin (11/04).
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.