Oleh: Faisal Basri, ekonom senior
Sesuai dengan prediksi banyak kalangan, termasuk pemerintah dan Bank Indonesia, perekonomian Indonesia menciut pada triwulan II-2020. Hari ini (Rabu, 5 Agustus 2020), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data produk domestik bruto (PDB) terbaru yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif sebesar 5,32 persen dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu. Karena pertumbuhan pada triwulan pertama hanya 2,97 persen, maka pertumbuhan kumulatif sampai semester pertama tahun ini pun terkontraksi sebesar 1,26 persen.
Dua sektor yang terimbas paling berat akibat pandemik Covid-19 melorot paling dalam, yaitu transportasi, akomodasi & makan minum, masing-masing mengalami kontraksi sebesar 30,84 persen dan 22,02 persen pada triwulan II-2020 dibandingkan triwulan yang sama tahun 2019. Namun, karena sumbangan kedua sektor ini bagi perekonomian relatif kecil (5,85 persen), pengaruhnya terhadap pertumbuhan PDB tidak dominan. Industri manufaktur—yang merupakan penyumbang terbesar (19,8 persen)—juga mengalami kontraksi cukup dalam, yaitu 6,19 persen.
Tujuh sektor lainnya pun mengalami kontraksi pada triwulan II-2020. Dua sektor menikmati peningkatan laju pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Sektor informasi & komunikasi meraih pertumbuhan tertinggi (10,9 persen). Adapun sektor pertanian tumbuh positif sebesar 2,19 persen akibat pergeseran musim panen. Empat sektor mengalami penurunan pertumbuhan namun masih positif dan satu sektor lainnya tumbuh sama dengan triwulan sebelumnya.
Dari sisi pengeluaran, investasi fisik (pembentukan modal tetap bruto) mengalami pukulan paling berat (-8,6 persen). Konsumsi rumah tangga yang merupakan komponen terbesar dalam PDB dengan kontribusi 58 persen, akhirnya merosot atau mengalami kontraksi sebesar 5,51 persen. Kejadian ini hampir-hampir sama parahnya dengan krisis 1998 ketika Pertumbuhan konsumsi rumah tangga minus 6,17 persen.
Mengingat sampai sejauh ini pandemik Covid-19 belum kunjung mencapai puncak kurva, besar kemungkinan kontraksi ekonomi bakal berlanjut pada triwulan mendatang walaupun tak sedalam triwulan kedua. Jika demikian, berarti dua triwulan berturut-turut mengalami kontraksi, sehingga Indonesia bakal memasuk resesi.
Pemerintah sepatutnya tidak memaksakan diri agar terhindar dari resesi dengan mengutamakan agenda pemulihan ekonomi ketimbang pengendalian Covid-19. Jika dipaksakan, resesi berpotensi lebih panjang sehingga menelan ongkos ekonomi dan sosial kian besar.
Lebih realistis jika pemerintah berupaya maksimum mengendalikan Covid-19 agar perekonomian bisa tumbuh positif kembali pada triwulan terakhir tahun ini sehingga tahun 2021 bisa melaju lebih kencang.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.