Kompas TV nasional hukum

Otto Hasibuan Pertanyakan Penahanan Djoko Tjandra, Ini Jawaban Kejaksaan Agung

Kompas.tv - 3 Agustus 2020, 21:22 WIB
otto-hasibuan-pertanyakan-penahanan-djoko-tjandra-ini-jawaban-kejaksaan-agung
Otto Hasibuan, kuasa hukum Djoko Tjandra. (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kejaksaan Agung menjawab pertanyaan kuasa hukum Djoko Tjandra, Otto Hasibuan, terkait amar putusan yang dikenakan kepada kliennya. Begitu pula dengan perintah penahanan yang menurut Otto tidak ada dalam amar putusan.

Menurut Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono, Djoko Tjandra dieksekusi berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor: 12K/Pid.Sus/2008 tanggal 11 Juni 2009.

Hal itu disebutkan Kapuspenkum dalam siaran pers yang diterima Kompas TV, Senin (3/8/2020).

Amar putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor: 12K/Pid.Sus/2008 tanggal 11 Juni 2009 tersebut berbunyi:

1. Menyatakan Terdakwa JOKO SOEGIARTO TJANDRA telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana “turut serta melakukan tindak pidana korupsi dan berlanjut”.
2. Menjatuhkan Pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.
3. Menghukum pula Terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp. 15.000.000,-, (lima belas juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka kepada Terdakwa dikenakan hukuman pengganti berupa pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
4. Menyatakan barang bukti berupa dana yang ada dalam Escrow Account atas rekening Bank Bali No. 0999.045197 qq. PT. Era Giat Prima sejumlah Rp. 546.468.544.738,- (lima ratus empat puluh enam milyar empat ratus enam puluh delapan juta lima ratus empat puluh empat ribu tujuh ratus tiga puluh delapan rupiah) dirampas untuk dikembalikan pada negara.
5. Menyatakan barang bukti lainnya berupa surat-surat sebagaimana dalam daftar barang bukti tetap terlampir dalam berkas.

"Bahwa putusan PK tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga setelah terpidana berhasil ditangkap maka Jaksa telah melaksanakan eksekusi pada hari Jumat, tanggal 31 Juli 2020 berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Nomor: Print-693/M.1.14/fd.1/05/2020 tanggal 20 Mei 2020," tulis Hari Setiyono dalam siaran persnya.

Eksekusi yang dimaksud adalah, memasukkan terpidana ke rumah tahanan negara kelas 1 Jakarta Pusat untuk menjalani pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan pidana denda sebesar Rp.15.000.000,-, (lima belas juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.

Baca Juga: Tidak Ada Perintah Penahanan dalam Putusan Djoko Tjandra? Simak Selengkapnya

Mengenai tidak disebutkannya kata "penahanan" dalam amar putusan, Hari menjelaskan sebagai berikut.

"Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap."

"Hal ini tentu berbeda dengan pengertian 'Penahanan' yaitu penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang."

Sehingga, menurut Hari, yang dilakukan oleh Jaksa adalah melakukan eksekusi hukuman badan untuk menjalankan putusan hakim PK, bukan melakukan penahanan. 

Sebelumnya, Otto berencana melayangkan surat permohonan klarifikasi kepada Kejaksaan Agung. Menurutnya perintah penahanan Djoko janggal karena tidak termuat dalam amar putusan Mahkamah Agung atas kasus Djoko Tjandra 11 juni 2009 lalu.

"Pak Djoko ditahan. Nah kalau tidak ada perintah untuk ditahan kenapa dia ditahan? Itu yang harus menjadi persoalan."

Baca Juga: Djoko Tjandra akan Ajukan Permohonan PK Lagi

"Apakah itu nanti cukup Kejaksaan Agung yang akan bisa memberi klarifikasi, (atau) apakah ini harus mengajukan praperadilan atau tidak," ujar Otto kepada wartawan.

Karena itu Otto meminta penjelasan untuk menjadi pegangan hukum terkait kasus ini.

"Makanya saya belum berani mengatakan salah. Karena saya harus mengklarifikasi dulu, apa dasarnya ini, apa pegangan," ujar Otto.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x