Kompas TV kolom catatan jurnalis

Menafsir Rumor Pergantian Menteri Jokowi

Kompas.tv - 13 Juli 2020, 15:37 WIB
menafsir-rumor-pergantian-menteri-jokowi
Para menteri Kabinet Indonesia Maju serta pejabat setingkat menteri yang diperkenalkan Presiden Joko Widodo ke masyarakat sebelum acara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019). (Sumber: KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)
Penulis : Zaki Amrullah

Oleh: Martian Damanik, Jurnalis Kompas Tv

Baru-baru ini rumor tentang reshuffle kabinet mengemuka. Menariknya, ini dipicu pernyataan Presiden Joko Widodo sendiri yang kesal dengan kinerja menterinya dalam menangani pandemi virus Corona.

Biasanya rumor tentang pergantian menteri “berhembus” di media-media mainstream atau media sosial, baik menggunakan sumber anonim atau berdasarkan analisa pengamat politik. Mengapa rumor pergantian menteri jadi perhatian media dan publik?  Ahli psikologi sosial Gordon Allport menyebut, rumor tumbuh subur disebabkan oleh tiga faktor.

Pertama, ada permasalahan serius, inilah yang membedakan rumor dengan gosip yang hanya fokus kepada kehidupan pribadi orang terkena.

Kedua, ambiguitas atau ketidakjelasan.

Ketiga, situasi itu menciptakan kondisi cemas (anxiety). Dalam konteks pernyataan Presiden Joko Widodo soal pergantian menteri, tampaknya pemerintah berusaha meredam faktor ambiguitas dan kecemasan, dengan memunculkan  Menteri Sekretaris Negara Pratikno yang menyatakan sudah ada perbaikan kinerja menteri.

Profesor Komunikasi Politik dari American University of Paris Jayson Harsin melihat rumor sebagai strategi retorika tertentu dalam konteks media dan politik dalam masyarakat.

Pakar Komunikasi Universitas Indonesia, Sasa Djuarsa Sendjaja menyebut, patut dicatat bahwa berkembangnya gosip dan rumor ini dapat bersifat intentional dalam arti merupakan rekayasa dari pihak-pihak tertentu.

Soal rumor pergantian menteri ini pernah membuat Presiden RI-6 Susilo Bambang Yudhoyono merasa heran. Pasalnya setiap bulan Oktober selalu ditanya tentang wacana pergantian menteri yang berkembang di media. Bulan Oktober tepatnya tanggal 20 memang merupakan hari SBY dilantik jadi Presiden RI. Sepertinya memang ada yang mengaitkan ulang tahun pelantikan presiden dengan evaluasi kinerja menteri, padahal tidak ada dalam aturan.

Tapi bukan berarti rumor soal pergantian menteri di media massa tidak mengandung kebenaran. Ketika Susilo Bambang Yudhoyono masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, muncul rumor di Harian Rakyat Merdeka (3 Maret 2004) bahwa Presiden Megawati Soekarnoputi tidak melibatkannya lagi dalam rapat-rapat menteri, karena mencalonkan diri menjadi dalam pemilu presiden. Rumor ini terbukti benar, karena tanggal 12 Maret 2004, SBY mengajukan surat pengunduran diri.

Ketika DPR menyelidiki kasus Bank Century muncul rumor di Harian, The Jakarta Post (18 Januari 2010) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang kemungkinan telah mencapai kata sepakat untuk mengganti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sri Mulyani memang benar mengundurkan diri tanggal 20 Mei 2010.

Jadi dengan kata lain, rumor pergantian menteri yang berkembang di media, pada saatnya bisa menjadi kebenaran, apalagi rumor tersebut awalnya dari pernyataan langsung seorang presiden. Rumor sebagai bentuk komunikasi tentulah memiliki tujuan, mungkin sebagai test the water atau menguji soliditas.

Sama seperti Presiden Joko Widodo yang menyatakan tidak akan ragu melakukan pergantian menteri untuk kepentingan 267 juta penduduk Indonesia. Apalagi pernyataan itu disampaikan dalam forum tertutup tanggal 18 Juni 2020, yang kemudian sengaja diunggah atau dimunculkan seminggu kemudian.

Apakah tujuannya hanya sekadar test the water, dan kemudian rumor ini selesai dengan pernyataan Menteri Sekretaris Negara Pratikno? Atau mungkin Mensesneg hanya sekadar meredam keadaan, agar para menteri bisa kembali tenang bekerja. Sebab, urusan mengganti menteri adalah wewenang Presiden, bukan Mensesneg. Presiden sendiri belum pernah mengomentari atau meralat pernyataannya tanggal 18 Juni itu.

Faktanya memang, suara publik menilai kinerja Kabinet Indonesia Maju ini kurang memuaskan dalam hal menangani dampak pandemi Corona. Paling tidak itu tercermin dari hasil survei Litbang Kompas. Sebanyak 69,6 persen responden menilai,  perombakan Kabinet Indonesia Maju mendesak untuk dilakukan saat ini. So, this is your call, Mr President.

 



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x