Oleh: Fajar Nursahid, Direktur Eksekutif LP3ES
Dalam kajian online LP3ES tentang dinamika elektoral di tengah pandemi kemarin sore (16/6), Drone Emprit mengungkap temuan menarik dibalik naik-turun tingkat elektabilitas Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil. Ketiganya, memang kepala daerah yang menurut sejumlah survei paling moncer elektabilitasnya. Sebelumnya, minggu lalu Indikator Politik Indonesia merilis elektabilitas tiga kepala daerah ini di bulan Mei dibandingkan Februari lalu. Elektabilitas Anies turun, sementara Ganjar dan RK naik.
Menurut analisis big data Drone Emprit periode 9 Mei - 8 Juni terkait penanganan pandemi, hashtags terkait Anies dipenuhi serangan, bukan dukungan. Ini tidak terjadi pada Ganjar dan RK. Mengapa demikian?
Kita tahu, Anies memiliki beban politik elektoral warisan Pilkada DKI 2017: masyarakat yang terbelah. Sistem Pilgub DKI mensyaratkan pemenang mendulang suara lebih dari 50 persen sehingga pemilihan berlangsung dua putaran. Akibatnya, terjadi kontestasi politik yang runcing karena dua pasang calon (Anies-Sandi dan Ahok-Djarot) berhadapan secara “head to head.” Selain itu, Pilgub 2017 juga diwarnai gelombang protes yang tajam terhadap Ahok karena kasus “Al-Maidah”. Anies, adalah proxy dari kekuatan massa anti Ahok. Sebaliknya, massa pendukung Ahok, adalah juga sekaligus pembenci Anies.
Sikap oposisi biner ini berlangsung relatif konsisten, bahkan sekarang ini sentimennya meluas karena dalam banyak isu termasuk dalam penanganan Covid-19, Anies dicitrakan berhadapan dengan Presiden Jokowi. Sebutan “Gubernur Indonesia” oleh pendukung, lalu berbalas sebutan “Gabener” oleh lawan-lawan politiknya, mengkonfirmasi keterbelahan politik yang terjadi.
Situasi ini tidak terjadi dengan Gubernur Ganjar maupun RK yang memenangi Pilgub Jawa Tengah dan Jawa Barat pada tahun 2018. Ganjar, meski terpilih dari proses pemilihan “head to head” melawan Sudirman Said, rekonsiliasi masyarakat di Jawa Tengah cepat terjadi. RK, karena memenangi pemilihan atas empat pasangan calon, sama sekali tidak menghadapi pembelahan politik serius seperti dihadapi Anies.
Lalu, apakah serangan terhadap Anies di media sosial sebagaimana ditunjukkan Drone Emprit menjadi faktor penyebab turunnya elektabilitas? Diduga kuat, iya. Meskipun tak ada faktor tunggal yang mempengaruhi naik-turun elektabilitas, tetapi sentimen negatif media sosial memiliki pengaruh besar terhadap persepsi. Sementara kita tahu, pengukuran elektabilitas selalu didasarkan pada opini publik yang terbentuk, salah satunya karena persepsi.
Data Drone Emprit juga menunjukkan tingginya popularitas Anies justru berbanding terbalik dengan favorabilitas. Tingkat kesukaan kepadanya paling rendah (31%) dibandingkan Ganjar (53%) dan RK (54%). Fenomena seperti ditunjukkan big data kerap terjadi. Survei-survei politik pun, hasilnya tidak selalu menunjukkan hubungan linier antara tingginya popularitas seseorang dengan tingkat kesukaan dan keterpilihan. Tokoh yang sangat populer, tetapi karena (misalnya) mempunyai banyak lawan politik, bisa jadi tingkat kesukaan terhadapnya rendah, pun demikian pula tingkat keterpilihannya.
Ini semua terkait opini publik yang terbangun. Opini publik selalu berhubungan dengan aktualitas --yang baru terjadi dan hangat. Hari-hari ini yang aktual adalah krisis karena pandemi. Covid-19 menjadi panggung politik yang penting, karena sebagai kepala daerah, ketiganya punya otoritas mengambil berbagai kebijakan yang relevan. Siapa mengambil peran akan memanen hasil. Setidaknya favorabilitas dan elektabilitasnya meningkat seperti Gubernur Ganjar dan RK menurut survei Indikator. Keduanya berhasil membangun citra lebih baik ketimbang Gubernur Anies, selain arena politiknya yang lebih “bersih dari gangguan.” Tidak ada tackling dari lawan-lawan politik.
Sekali lagi, ini soal opini publik. Kita tahu, opini bersifat labil, mudah berubah tergantung situasi dan kondisi. Karena itulah, ke depan kita masih akan menikmati naik-turun elektabiltas figur-figur hebat ini dengan sangat dinamis. Waktu masih panjang. Dilihat dari jarak elektabilitasnya yang tipis dalam batas atau mendekati margin of error seperti hasil survei gambarkan, masih banyak kesempatan untuk baku salip!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.