Oleh Mustakim, Jurnalis Kompas Tv
Wabah tak selalu berarti musibah. Bagi sebagian politisi wabah justru bisa membawa berkah dan pandemi adalah panggung untuk mengerek popularitas dan mengail simpati.
Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus positif Covid-19 perdana awal Maret lalu, semua mata tertuju pada penanganan virus asal Wuhan, China ini. Virus mematikan yang menyerang hampir semua negara dan menjadi pandemi ini menyedot perhatian publik. Juga menguras tenaga dan memeras konsentrasi pemerintah, dari pusat hingga daerah.
DKI Jakarta menjadi daerah yang banyak dipelototi. Pasalnya, wilayah ini menjadi epicentrum penyebaran virus yang menyerang sistem pernafasan ini. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pun tak tinggal diam. Dia melakukan segala cara agar virus ini tak terus menggila.
Berbeda dengan pemerintah pusat yang terkesan lamban dan banyak pertimbangan, Anies langsung tancap gas. Beberapa kali bahkan harus bersitegang dengan pemerintah pusat dalam proses pengambilan kebijakan.
Selain DKI Jakarta, Jawa Barat juga menjadi daerah yang terpapar virus corona. Letaknya yang dekat dan bersebelahan dengan Ibu Kota membuat provinsi ini sangat rentan dengan paparan virus dan pandemi. Sebagai orang nomor satu di Jabar, Ridwan Kamil pun langsung mengambil sejumlah langkah. Berbagai cara dilakukan pria yang akrab disapa Emil ini. Salah satunya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah kabupaten kota.
Jawa Tengah menjadi provinsi berikutnya yang harus berjibaku dengan virus corona. Banyaknya pemudik yang pulang dari DKI Jakarta, Jawa Barat dan sejumlah kota yang yang terpapar corona membuat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo harus banyak berkreasi dan berinovasi agar pandemi bisa diatasi.
Berbeda dengan Anies dan Emil, Ganjar banyak memanfaatkan kearifan lokal guna menangkal penyebaran virus corona. Tak hanya itu, Ganjar juga rajin menyambangi warga untuk mengkampanyekan bahaya virus corona dan melakukan edukasi terkait pandemi.
Mengail Simpati
Aksi Gubernur Anies, Emil dan Ganjar ini menyedot perhatian publik. Hal itu tak hanya tercermin di dunia nyata, namun juga tergambar di dunia maya atau ‘social media’. Ismail Fahmi dalam cuitannya di twitter memaparkan bagaimana ‘pertarungan’ antara Anies, Emil dan Ganjar berebut perhatian dan simpati netizen.
Pencipta aplikasi Drone Emprit ini menggunakan Big Data guna menganalisis popularitas dan favorabilitas tiga kepala daerah ini. Ia melakukan analisis dalam periode 9 Mei - 8 Juni, dimana mayoritas percakapan terkait penanganan pandemi.
Dari analisa melalui Big Data, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lebih populer dibanding Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Anies (64%), Ganjar (19%) dan Ridwan Kamil (17%).
Namun popularitas Anies ini tidak berbanding lurus dengan tingkat disukai atau favorabilitas. Jika sebelumnya Emil menduduki peringkat paling bawah terkait kepopuleran, namun ia menempati ranking pertama sebagai sosok yang disukai (54%) dan Ganjar menduduki urutan dua (53%). Sementara Anies yang sebelumnya menduduki peringkat pertama sebagai sosok yang paling populer berada di posisi buncit terkait tingkat favorabilitas (31%).
Selama periode periode 9 Mei - 8 Juni Anies memang menjadi sosok yang banyak dibicarakan dibanding Emil dan Ganjar. Pembicaraan itu tak hanya mendukung namun juga kontra. Artinya, Anies punya basis pendukung yang besar, tapi juga menerima serangan yang masif. Hal itu tak terjadi pada Emil dan Ganjar. Berkaca dari data ini menunjukkan favorabilitas Anies jatuh karena lawan. Sementara favorabilitas Emil dan Ganjar menanjak karena tak ada halangan.
Menurut pengamat politik Adi Prayitno, salah satu kunci keberhasilan Emil dan Ganjar adalah penggunaan media sosial untuk menunjukkan kinerjanya. Dan itu juga tampak dari data yang dikumpulkan Drone Emprit. Popularitas serta konstruksi citra merupakan elemen penting dalam elektabilitas. Sementara berdasarkan konstruksi citra negatif, terlihat Anies paling tinggi dicitrakan negatif dibanding Emil dan Ganjar. Hal ini diduga menjadi salah satu sebab tingkat elektabilitas Anies menurun dalam periode ini.
Untuk menutup ulasan ini, penulis ingin mengutip pernyataan Direktur LP3ES Fajar Nursahid, bahwa dalam mencari pemimpin ideal, butuh kesesuaian antara citra dan kenyataan. Untuk itu, politik etis diperlukan, tidak semata-mata “politicking” apalagi mempolitisasi wabah dan pandemi demi mengail simpati.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.