Saat memasuki masa produksi di bulan Mei-Juni 2020 para petani garam di kabupaten Sumenep Jawa Timur mogok produksi.
Sedikitnya terdapat puluhan ribu ton garam hasil panen sejak tahun lalu, yang terbengkalai di jalanan sekitar lahan garam karena tak terserap gudang PT Garam, perusahaan BUMN yang bergerak di bidang produksi garam tertua di Indonesia.
Pandemi Covid 19 dan PSBB yang diberlakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dianggap turut memberi andil sulitnya menjual garam rakyat,
Hal ini membuat keengganan petani garam untuk mengolah kembali lahannya kian meninggi
Menuju era normal baru akibat wabah Corona, Suharto seorang petani garam desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur memilih untuk memelihara ikan di lahannya sendiri,
Di lahan yang dahulu biasa ia gunakan untuk menghasilkan garam.
Sebab jika Suharto beserta petani garam lainnya bersikeras untuk tetap mengolah garam, mereka dihadapkan pada risiko anjloknya harga garam yang tentu akan sangat merugikan.
“Yang di khawatirkan bagi kami adalah soal penyerapan dan harga yang anjlok sekali, malah sekarang banyak petani yang malas bekerja karena kalau tinggalnya jauh gak nutut transportasinya.” Ujar Suharto.
Menurut para petani garam sejak 2019 PT Garam tidak lagi melakukan pembelian garam rakyat, Padahal PT Garam menurut mereka masih memiliki dana Penyertaan Modal Negara atau PMN sebesar sembilan belas miliar lebih untuk menyerap garam rakyat.
Disamping itu mengutip Kompas.com data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Tahun 2020 impor garam telah mengalami peningkatan menjadi 2,9 juta ton. Sebelumnya tahun 2019 kebutuhan impor garam sebanyak 2,6 juta ton.
Saat ini harga beli untuk tipe garam kualitas satu perusahaan swasta membelinya dengan harga 350 ribu rupiah per ton dan untuk kualitas dua dijual 250 ribu rupiah per ton.
Harga tersebut dianggap sangat tidak layak bagi petani.
Ketika ditanya mengenai hal ini, para petani garam Sumenep mengaku cukup merugi, hingga seringkali berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebab harga garam mereka saja tidak mencukupi untuk menutup biaya produksi
“Kalau garam tidak laku dijual untuk sehari-hari ya hutang, namanya petani apalagi yang mau dikerjakan walaupun murah tetap dikerjakan.” ujar Sahiruddin petani garam
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.