JAKARTA, KOMPASTV – Wacana pemerintah untuk menerapkan new normal mendapat kritikan dari ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono. Menurut Pandu, penetapan new normal ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dengan perhitungan yang matang.
Ahli epidemiologi UI ini menyebut, dasar penerapan new normal ini adalah angka reproduksi yang menurun.
Untuk dapat menghitung angka reproduksi virus corona ini dibutuhkan data-data persebaran yang akurat.
Menurutnya, data yang dimiliki pemerintah tidak akurat.
“Sampai sekarang juga datanya tidak akurat. Jadi, tidak mungkin kita kan mau menghitung angka reproduksi number (R)”, ujar Pandu Riono kepada Kompas TV (27/5/2020)
Baca Juga: Ridwan Kamil Tinjau Rumah Ibadah Jelang Pelaksanaan New Normal
Dosen Universitas indonesia ini menuturkan, apabila pemerintah tak memiliki data yang akurat, pemerintah harus mempertimbangkan tiga indikator lain, di antaranya:
Pandu pun mengamini penerapan new normal adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya gelombang kedua persebaran virus corona.
Belajar dari pandemi flu spanyol tahun 1919, sekitar 50 juta warga negara dunia meninggal akibat Flu Spanyol.
Sebagian besar di antara mereka meninggal saat gelombang kedua.
“Masyarakat tu euforia, oh... pandeminya cuma segini. Kemudian, mereka begitu sudah mereda, tidak mematuhi, tidak memakai masker” ujarnya.
Dosen fakultas kesehatan masyarakat ini menekankan, saat ini belum tepat untuk melaksanakan new normal. Menurutnya, indikator kesehatan belum terpenuhi.
“Belum, karena kita belum terpenuhi. Kalau indikator kesehatan sudah terpenuhi, baru itu saat yang tepat. Boleh saja direncanakan. Tapi implementasinya tunggu dulu, sampai indikator kesehatannya terpenuhi", imbuhnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.