JAKARTA, KOMPAS TV - BPJS Kesehatan melakukan evaluasi terhadap aturan yang membuat rumah sakit mengalami kesulitan dalam pengajuan klaim pasien Covid-19.
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiyaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief, menyebutkan pelunakan kebijakan tersebut dilakukan demi menjamin keuangan rumah sakit tetap berjalan.
"Pemerintah ingin membantu rumah sakit yang sudah memberikan layanan. Jangan sampai cashflow-nya terganggu oleh karena ternyata pengajuan klaim tidak sesederhana itu. Jadi, rumah sakit tidak bsia cepat," kata Budi pada Rabu (27/5/2020).
Budi menjelaskan, awalnya BPJS Kesehatan yang mendapat tugas dari pemerintah memverifikasi klaim rumah sakit menyesuaikan proses klaim dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 01. 07/Menkes/23S/2020.
Baca Juga: Kala Pasien Positif Corona Tak Menunjukkan Gejala, Lalu Menularkan 24 Perawat di RSUD Depok
Saat awal aturan tersebut diterapkan, proses pengajuan klaim rumah sakit untuk asien Covid-19 sangat lama.
Sebab, pihak rumah sakit diwajibkan mengunggah bukti scan identitas diri pasien seperti KTP elektronik atau melampirkan hasil tes swab yang tidak semua rumah sakit bisa memenuhi persyaratan tersebut dengan cepat.
Dari persoalan itulah, setelah menimbang-nimbang BPJS Kesehatan meminta hitam di atas putih kepada Kementerian Kesehatan untuk membuat kelonggaran aturan klaim.
Setelah itu, dikeluarkanlah Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.1/MENKES/295/2020 untuk pertanggungjawaban kepada auditor saat pengecekan.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Sri Mulyani: Jika Peserta Kelas I dan II Tak Kuat Turun Saja ke Kelas III
"Dibuatlah jalan tengah kami sepakat bila ada hal di lapangan karena keterbatasan rumah sakit dan diperbolehkan Kemenkes, semuanya tercantum hitam diatas putih untuk pegangan BPJS Kesehatan, Rumah Sakit dan Kemenkes," ujar Budi.
Setelah adanya kebijakan baru tersebut, ada peningkatan pengajuan klaim dari rumah sakit. Dari sebelumnya atau pada 8 Mei 2020 hanya 60 rumah sakit, kemudian naik menjadi 300 rumah sakit yang pada 22 Mei 2020.
Adapun jumlah kasus sebanyak 4.836 pasien dengan total dana pengajuan klaim mencapai Rp240 miliar dan hasil verifikasi yang dibayarkan Rp32 miliar.
Setelah melihat masih kecilnya klaim yang sudah diverifikasi dan Kemenkes juga melihat keterbatasan setiap rumah sakit harus difasilitasi dengan catatan persyaratan tertentu, sehingga dibuat lagi kebijakan untuk memudahkan.
Baca Juga: Pertanyakan Alasan Pemerintah Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Ridwan Kamil: Kami Butuh Jawaban Detail
“Hasilnya, pasien yang tidak memiliki KTP elektronik atau datanya tidak sinkron atau warga negara asing, WNA bisa dengan penyertaan paspor, WNI dengan NIK atau KK atau surat dari kelurahan,” kata Budi.
Apabila tidak bisa ditunjukan dapat dilakukan dengan surat yang diajukan rumah sakit tentang data pasien yang cukup diketahui dinas kesehatan setempat.
"Jadi, supaya tidak ada dispute atau penolakan klaim," ucap Budi.
"Ada juga kemudahan terkait pengunggahan hasil tes PCR, pelayanan kesehatan, maupun untuk bayi lahir serta pasien ODP maupun OTG."
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.