Dalam kaedah fiqih disebutkan :
Al ashlu fil asy-yaa’ al hillu wa laa yahrumu illa maa harromahullahu wa rosuluhu
"Hukum asal segala sesuatu adalah halal dan sesuatu tidak diharamkan kecuali jika Allah dan Rasul-Nya mengharamkannya."
Makna kaidah ini menjelaskan bahwa hukum asal seluruh benda yang ada di sekitar kita dengan segala macam dan jenisnya adalah halal untuk dimanfaatkan. Tidak ada yang haram kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
Inilah kaedah yang berlaku untuk masalah makanan.
Ya ayyuhan-nasu kulu mimma fil-ardi halalan tayyibaw
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi." (Al-Baqarah Ayat 168)
Wahai manusia, makanlah dari apa yang ada di bumi, baik dari hewan, tumbuh-tumbuhan maupun pohon-pohonan yang diperoleh dengan cara yang halal dan memiliki kandungan yang baik, thoyyib tidak jorok.
Makna Halal dalam perkara makanan secara umum berarti segala sesuatu baik merupakan makanan atau minuman yang tidak haram atau tidak dosa apabila kita mengonsumsinya.
Sesuatu yang haram sedikitnya bisa dikategorikan menjadi 2 aspek. Pertama dari segi dzat atau materi menurut syariat, seperti anjing, babi, hewan yang bertaring dan lain-lain.
Kedua, dari segi bagaimana kita membeli, memperoleh makanan tersebut, dan mengolahnya.
Sedangkan thoyyib dikatakan untuk sesuatu yang benar-benar baik. Pada dasarnya, kata ini berarti sesuatu yang dirasakan enak oleh indera dan jiwa.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.