KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti keanehan pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba).
Peneliti ICW Egi Primayogha menilai bahwa pembahasan dan pengesahan RUU Minerba oleh DPR dan pemerintah terkesan buru-buru dan tidak transparan.
Dia menduga ada pihak yang sengaja mendesak DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkan RUU tersebut. Apalagi yang memiliki kepentingan dengan bisnis batu bara.
Baca Juga: RUU Minerba Banyak Tuai Polemik, DPR Tetap Sahkan Jadi Undang-Undang
"Kami menduga ada kekuatan besar yang memengaruhi RUU Minerna di balik ini semua yang bisa menggerakan DPR maupun pemerintah untuk segera mengesahkan Revisi Undang-Undang Minerba. Dugaan kami, mereka adalah elite-elite kaya yang memiliki kepentingan dengan bisnis batu bara," kata Egi saat diskusi online bertajuk Menyikapi Pengesahan RUU Minerba, Rabu (13/5/2020).
Menurut Egi, industri perusahaan batu bara dikuasai elite kaya raya di Indonesia dan bahkan memiliki jabatan di pemerintahan.
Perusahaan tersebut, lanjut dia, adalah PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Berau Coal.
Ia mengatakan masa berlaku Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) beberapa perusahaan batu bara di Indonesia juga akan habis.
"Saya kira bukan hal aneh ketika Undang-Undang Minerba ini dipaksakan untuk segera disahkan karena nuansa konflik kepentingannya sangat tinggi," ungkapnya.
Egi juga menilai bahwa saat ini industri batu bara telah menjadi bancakan bagi para elite di Indonesia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.