JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah mempertimbangan terkait pembayaran gaji ke-13 dan turnjangan hari aya (THR) untuk aparatur sipil negara (ASN) atau PNS di tengah pandemik virus corona (Covid-19). Hal itu diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dalam paparannya ketika melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (6/4/2020), Sri Mulyani mengatakan, pertimbangan pembayaran gaji ke-13 tersebut terkait dengan belanja pemerintah yang mengalami tekanan.
Sebab, pemerintah secara jor-joran menggelontorkan insentif kepada dunia usaha serta bantuan sosial untuk meredam dampak virus corona.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Sektor Usaha yang Untung dan Buntung Selama Pandemi Virus Corona
Selain itu, penerimaan negara juga diproyeksi bakal mengalami kontraksi akibat kegiatan ekonomi yang mengalami penurunan di tengah pandemik.
"Kami bersama Presiden Joko Widodo meminta kajian untuk pembayaran THR dan gaji ke-13 apakah perlu dipertimbangkan lagi mengingat beban negara yang meningkat," ujar Sri Mulyani dalam video conference di Jakarta, Senin (6/4/2020).
Namun, Bendahara Negara itu tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai skema pembayaran gaji ke-13 dan THR kepada ASN, apakah bakal dipangkas besarannya atau ditunda penyalurannya.
Akibat pandemik virus corona, lanjut Sri Mulyani, pendapatan negara diperkirakan akan mengalami kontraksi hingga 10 persen.
Baca Juga: Dampak Buruk Covid-19, Sri Mulyani: Ekonomi Tumbuh Minus 0,4%, Nilai Tukar Rp20 Ribu per Dollar
Dengan perekonomian yang diperkirakan hanya tumbuh 2,3 persen hingga akhir tahun, penerimaan negara hanya mencapai Rp 1.760,9 triliun atau 78,9 persen dari target APBN 2020 yang sebesar Rp 2.233,2 triliun.
"Penerimaan kita mengalami penurunan karena banyak sektor mengalami git sangat dalam, sehingga outlook-nya kita di APBN 2020 untuk penerimaan negara bukannya tumbuh, namun kontraksi," ujar Sri Mulyani.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengatakan, belanja negara akan mengalami lonjakan dari target APBN 2020 yang sebesar RP 2.540,4 triliun menjadi Rp 2.613,8 triliun.
Hal tersebut menyebabkan defisit APBN yang tahun ini ditargetkan sebesar 1,76 persen dari PDB atau sebesar Rp 307,2 triliun melebar menjadi Rp 853 triliun atau 5,07 persen dari PDB.
Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Skenario Terburuk Perekonomian RI akibat Wabah Corona
"Belanja negara meningkat untuk memenuhi kebutuhan untuk segera mempersiapkan sektor kesehatan dan perlindungan sosial masyarakat yang terdampak karena social distancing, dan langkah pembatasan mobilitas membutuhkan jaminan sosial yang harus ditingkatkan secara extraordinary. Dan juga kebutuhan untuk melindungi dunia usaha menyebabkan kenaikan belanja," jelas dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.