Kompas TV kolom opini

Covid-19: Antara Beijing dan Roma

Kompas.tv - 3 April 2020, 07:35 WIB
covid-19-antara-beijing-dan-roma
Salah satu sudut di Venesia, Italia (Sumber: Trias Kuncahyono)

oleh Trias Kuncahyono

Ketika tahun lalu, 24 Maret 2019, Italia menandatangani Nota Kesepahaman (MOU) dengan China berkait dengan Inisiatif Jalan dan Sabuk (Belt and Road Initiative/BRI) China, banyak pihak—termasuk sesama negara Uni Eropa dan bahkan rakyat Italia—kurang mendukungnya. Italia menjadi negara pertama dari G-7 yang menandatangani kerja sama dengan China berkait dengan BRI tersebut.

Penandatanganan MOU tersebut seakan menghidupkan kembali cerita lama: cerita tentang perjalanan dan petualangan Marco Polo. Adalah Marco Polo yang dikenal sebagai pedagang dari Italia (lahir di Venesia), penjelajah, dan penulis yang pernah pergi sampai ke China yang waktu itu di bawah Dinasti Yuan, menyusuri Jalan Sutera antara 1271 dan 1295. Kisah perjalanan Marco Polo dibukukan dengan judul Perjalanan Marco Polo.

Menurut Mercy A Kuo, sekurang-kurangnya ada tiga alasan, mengapa Italia mendukung BRI. Pertama, untuk mendapatkan kembali landasan yang hilang dalam hubungan perdagangan dengan China.

Kedua, adanya niat dari China untuk investasi di Italia, di saat perusahaan-perusahaan dan pemerintah Italia membutuhkan suntikan modal. Ketiga, alasan yang lebih berorientasi politik. Pemerintah Italia terinspirasi oleh sentimen anti-kemapanan dan Uni Eropa diidentifikasi memiliki tatanan tradisional (The Diplomat, 24/4/2019). 

Sebenarnya, Italia mengikuti jalan Jerman dan Perancis yang lebih dahulu menjalin hubungan bisnis dengan China. Yang lebih mendasar, pendorong utama Italia menandatangani MOU BRI adalah "alasan komersial" dan "keuntungan ekonomi."

Akan tetapi, hampir setahun setelah penandatanganan MOU tersebut impian untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan hubungan perdagangan dengan China, belum menjadi kenyataan. Bahkan, hubungan Roma dan Beijing berisiko memburuk. Apalagi, defisit perdanganannya dengan China makin melebar. Menurut data yang dikeluarkan Januari lalu, ada ketidak-imbangan dalam hubungan dagang dengan China: defisit perdangangan dengan China tercatat 18,7 miliar euro atau 20 miliar dollar AS (Bloomberg).

Investasi kecewa, Italia telah mengeraskan pendiriannya pada catatan hak asasi manusia China dan membatasi akses Huawei Technologies Co. ke jaringan data. Kebijakan Italia untuk mempertimbangan untuk melarang  Huawei Technologies Co. Dan pemasok-pemasok peralatan-peralatan teknologi jaringan mobile 5G, didasarkan rekomendasi dari komite keamanan dan intelijen parlemen Italia. Tentu, kebijakan itu mengecewakan Beijing.

Ketika wabah virus corona merebak, muncul kebijakan baru dari Italia. Mereka menghentikan penerbangan ke dan dari China, Hongkong, serta Makau, mulai 31 Januari 2020. Langkah tersebut diambil untuk mencegah meluaskan serangan virus corona. Italia menjadi negara pertama di Eropa yang melakukan penghentikan penerbangan itu. Beijing meminta agar Roma “menahan diri untuk tidak melaksanakan keputusan tersebut.”

Italia memiliki pengalaman pait berkait dengan penyebaran virus dari China. Sekurang-kurangnya, menurut catatan sejarah, Italia empat kali (termasuk sekarang ini dengan Covid-19) dihantam gelombang serangan virus dari China. Gelombang serangan pertama terjadi pada abad ke-6 di zaman Justinianus I (Flavius Justinianus),  menjadi Kaisar Byzantium (527-565).

Serangan gelombang kedua—Black Death—terjadi pada abad ke-14. Black Death atau yang dalam bahasa Italia disebut La Pestilenza.

Gelombang serangan ketiga terjadi pada abad ke-19. Wabah penyakit yang menyerang daratan Eropa—berasal dari Propinsi Yunan China (1894). Sekarang, pandemi Covid-19 adalah gelombang serangan keempat ke Eropa, juga lewat Italia dan menjadi negeri yang terparah di seluruh daratan Eropa.

"Kemenangan" China

Akan tetapi, merebaknya wabah Covid-19 telah mendorong pemerintah Roma mengambil kebijakan baru dalam hubungan dengan China. Serangan Covid-19 terhadap Italia demikian cepat dan dahsyat.



Sumber : Kompas TV

BERITA LAINNYA



Close Ads x