JAKARTA, KOMPASTV - Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah angkat bicara, setelah Sekretaris Kabinet Pramono Anung merindukan kritikan mantan politisi PKS itu.
Kali ini, Farhri mengomentari keputusan Mahakamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
MA mengabulkan sebagian gugatan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Baca Juga: Pemerintah Kangen Dikritik Fahri Hamzah, Fadli Zon, hingga Rocky Gerung
Gugatan itu diajukan oleh Ketua Umum KPCDI Tony Richard Samosir, yang diajukan pada 2 Januari 2020.
Menurut Fahri, jika MA bisa membatalkan kebijakan pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan, harusnya Mahkamah Konstitusi (MK) juga bisa membatalkan UU Omnibus Law.
"MA saja bisa bikin pembatalan aturan pemerintah bagaimana dengan MK? MK bisa batalkan UU apapun termasuk #omnimbuslaw. Maka UU harus konstitusional. Semua aturan harus sesuai dengan UUD 1945," tulis Fahri dalam akun Twitter pribadinya @Fahrihamzah, Senin (9/3/2020).
Februari 2020 lalu, Fahri menyarankan pemerintah tak perlu repot dalam pembahasan Omnibus Law.
Baca Juga: Dirindukan Pramono, Fahri Sekarang Jago Racik Jamu
Menurutnya untuk menyatukan kepentingan pemerintah dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mengajak buruh memahami kepentingan dan mengakselerasi Undang-Undang, tak perlu adanya Omnibus Law.
"Daripada diikat dalam undang-undang, nanti di tengah jalan undang-undang harus disinkronisasi dengan yang lain, di tengah jalan nanti di-judicial review di MK, misalnya hakimnya menjatuhkan, mematahkan, maka semua aturan lain jadi kacau," ujar Fahri.
Fahri menyarankan agar Presiden Joko Widodo gunakan presidensialismenya untuk mensinkronisasi semua aturan teknis yang ada masalah.
"Panggil semua stakeholder-nya selesai, selesaikan secara sepihak di eksekutif," ujar Fahri.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.