Komisioner KPU, Wahyu Setiawan resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap. Wahyu Setiawan diduga menerima suap senilai 600 juta rupiah demi memuluskan politisi PDI Perjuangan, Harun Masiku, menjadi anggota DPR RI, melalui mekanisme pergantian antara waktu.
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto bersikukuh partainya memiliki wewenang untuk mengajukan PAW sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Caleg yang hendak digantikan Harun Masiku adalah Nazarudin Kiemas yang meraup suara terbanyak di dapilnya yang sebelumnya telah meninggal dunia.
Hasto berpegang pada tafsir keputusan Mahkamah Agung, bahwa partai berhak menentukan pengganti caleg meninggal di DPR.
Namun permintaan itu ditolak KPU, karena tak sesuai undang-undang pemilu, yang menyatakan bahwa calon terpilih diganti oleh KPU dengan calon dari daftar calon tetap parpol yang sama di dapil tersebut berdasarkan perolehan suara terbanyak berikutnya.
Sementara itu, Ketua KPU Arif Budiman menyatakan, seluruh surat PDI Perjuangan ditanggapi oleh para komisioner tanpa ada perbedaan pendapat.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Pimpinan KPK menyebut, pihak-pihak yang diduga terlibat dan mengetahui perkara suap akan diperiksa sebagai pengembangan kasus.
Adanya perbedaan pandangan ataupun tafsir dari aturan soal Pergantian Antar Waktu atau PAW kursi anggota DPR diduga menjadi celah munculnya praktik suap yang melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Caleg PDI Perjuangan Harun Masiku. Benarkah ada celah korupsi dalam aturan PAW ini?
Simak dialog berikut bersama Politisi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, Pakar Hukum Tata Negara, Prof Juanda dan Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.