Tanggal 24 September 2019 menurut rencana Revisi Undang-Undang pemasyarakatan atau RUU pasakan disahkan dalam rapat paripurna DPR. Namun RUU pas menjadi polemik di masyarakat karena memberi penambahan hak-hak narapidana kasus Extra Ordinary Crime yakni korupsi terorisme dan narkoba. Khusus untuk narapidana koruptor nantinya tak perlu lagi mendapat rekomendasi KPK dan mengajukan diri sebagai Justice Collaborator untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat
Pemerintah dan DPR menyepakati hasil pembahasan Revisi Undang Undang pemasyarakatan. Beberapa poin yang disepakati yakni terkait pemberian remisi cuti bersyarat dan pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus kejahatan luar biasa salah satunya kasus korupsi.
Anggota komisi III DPR Arsul Sani membantah revisi UU permasyarakatan mengistimewakan napi kasus korupsi. Menurutnya jika terpidana telah memenuhi ketentuan dan melunasi kewajiban selama masa hukumannya maka terpidana itu juga berhak mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat.
Namun wakil ketua KPK Laode M Syarif mengkritik keras revisi UU pemasyarakatan khususnya soal pemberian remisi karena pasal tersebut tidak membutuhkan lagi rekomendasi dari KPK dalam memberikan pembebasan bersyarat maupun remisi kepada koruptor.
Koordinator divisi korupsi politik ICW Donal Fariz menuding ada kelompok-kelompok tertentu yang sedang menjalani proses hukum kasus korupsi di balik revisi UU pemasyarakatan.
Dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 diatur syarat-syarat bagi napi korupsi untuk mendapatkan pembebasan bersyarat dan remisi. Dimana napi korupsi harus ikit membantu membongkar perkara yang dilakukannya atau menjadi Justice Collaborator serta mendapat rekomendasi dari KPK. Jika RUU pemasyarakatan itu disahkan maka syarat-syarat itu tidak diperlukan lagi.
#RUUKPK #KPK #Korupsi
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.