JAKARTA, KOMPAS.TV- Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda senilai total Rp71,2 miliar kepada 7 perusahaan minyak goreng dalam kasus kartel minyak goreng. Putusan perkara ini dibacakan pada Jumat (26/5/2023) lalu.
Dalam Putusannya, Majelis Komisi menyatakan bahwa ke-27 terlapor dalam perkara tidak terbukti melanggar pasal 5 (terkait penetapan harga).
Namun Majelis Komisi memutuskan bahwa 7 (tujuh) Terlapor, secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 19 huruf c (terkait pembatasan peredaran/penjualan barang).
Perusahaan yang kena denda itu adalah PT Asianagro Agungjaya, PT Batara Elok Semesta, PT Incasi Raya, PT Salim Ivomas Pratama yang merupakan bagian dari Grup Salim, PT Budi Nabati Perkasa, PT Multimas Nabati Asahan dan PT Sinar Alam Permai. Dua nama terakhir adalahh bagian dari Wilmar Group.
Dalam Putusannya, Majelis Komisi menjelaskan sruktur pasar dalam industri minyak goreng disimpulkan sebagai oligopoli ketat dengan konsentrasi pasar tinggi (yakni dengan konsentrasi rasio empat grup pelaku usaha sebesar 71,52%), memiliki produk yang homogen dan berbagai hambatan masuk pasar.
Baca Juga: Wilmar Group Bantah Terlibat Kartel, Sebut Hal Ini Jadi Biang Kerok Harga Minyak Naik
"Ini mempengaruhi perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar termasuk potensi terjadinya penetapan harga minyak goreng yang diduga dilakukan oleh para Terlapor," demikian tulis KPPU dikutip dari laman resminya, Senin (29/5/2023).
Majelis Komisi menemukan bahwa berdasarkan rasio input dan output di sektor tersebut, pada periode pelanggaran lebih besar daripada rasio sebelum periode pelanggaran.
Ini menunjukan, bahwa kenaikan harga pada periode pelanggaran terjadi akibat adanya kenaikan harga input, sehingga margin keuntungan yang diperoleh menjadi semakin kecil.
Dengan demikian para Terlapor dapat disimpulkan tidak melakukan penetapan harga untuk minyak goreng kemasan sederhana dan kemasan.
Majelis Komisi juga menemukan bahwa para terlapor tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran.
Baca Juga: KPPU Beri Rekomendasi ke Jokowi Agar Minyak Goreng Tak Dikuasai Kartel
"Tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET," kata KPPU.
"Faktanya, pada saat kebijakan HET dicabut, serta merta pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET," tambahnya.
Ketidakpatuhan ini menimbulkan kelangkaan minyak goreng yang berakibat pada penurunan kesejahteraan (deadweight loss) masyarakat.
Majelis Komisi juga menyebut perilaku penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan pada periode pelanggaran ini, merupakan perilaku pelaku usaha yang tidak jujur dan menghambat persaingan usaha dalam melakukan kegiatan produksi dan/atau pemasaran minyak goreng kemasan.
Sehingga Majelis Komisi menyimpulkan telah terjadi dampak pelanggaran Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Baca Juga: Selidiki Kartel Minyak Goreng, KPPU Panggil Kelompok Sinar Mas, Indofood, hingga Wilmar
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.