ISTANBUL, KOMPAS.TV - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjadi imam salat pada hari Sabtu (13/5/2023) di Masjid Hagia Sophia Istanbul menjelang pemilihan presiden hari Minggu (14/5/2023), menjadi pertarungan untuk kelangsungan karier politiknya melawan rival sekuler yang kuat.
Erdogan akan meniru ritual yang dilakukan oleh Sultan Utsmaniyah sebelum memimpin pasukan pergi berperang saat Erdogan bersiap menghadapi pemilu presiden hari Minggu (14/5/2023), seperti laporan France24, Sabtu (13/5/2023).
Erdogan belum pernah menghadapi oposisi yang lebih semangat dan bersatu seperti yang dipimpin oleh mantan pegawai negeri sipil yang pensiun, Kemal Kilicdaroglu, yang didukung aliansi enam partai.
Pemimpin Turki ini mahir memecah belah pesaingnya dan membentuk aliansi mengejutkan sambil memenangkan satu pemilihan nasional ke pemilihan yang lain dalam 21 tahun terakhir.
Namun, partai berbasis Islamnya terguncang oleh kemarahan atas kekacauan ekonomi Turki dan penindasan terhadap kebebasan sipil selama dua dekade pemerintahannya.
Enam partai oposisi menyampingkan perbedaan politik dan budaya mereka dan bersatu untuk satu tujuan tunggal, yaitu menggulingkan Erdogan.
Mereka secara resmi didukung oleh partai pro-Kurdi utama Turki - kelompok yang memiliki setidaknya 10 persen suara.
Baca Juga: Profil Kemal Kilicdaroglu, Politikus Oposisi Turki yang Berpeluang Putus Dominasi Politik Erdogan
Hitung-hitungan dan gotak-gatik politik tidak berpihak pada Erdogan, dengan sebagian besar jajak pendapat menunjukkan ia ketinggalan beberapa poin dibandingkan dengan rival sekulernya.
Kilicdaroglu sekarang berusaha keras melampaui ambang batas 50 persen dan menghindari putaran kedua pada 28 Mei yang dapat memberi kesempatan pada Erdogan untuk memulihkan diri dan mengubah arah perdebatan.
"Apakah Anda siap membawa demokrasi ke negara ini? Untuk membawa perdamaian ke negara ini? Saya berjanji, saya juga siap," kata Kilicdaroglu dalam sebuah rapat di Ankara.
Pada Jumat malam, Erdogan berada dalam posisi yang tidak nyaman saat ditanya apa yang akan dilakukannya jika kalah.
Pemimpin berpengalaman itu meradang dan berjanji akan menghormati suara rakyat. "Ini adalah pertanyaan yang sangat bodoh," katanya.
"Kami berkuasa di Turki melalui cara-cara demokratis, dengan persetujuan rakyat. Jika rakyat kami berubah pikiran, kami akan melakukan apa yang demokrasi perlukan."
Perjalanan kampanye pencalonannya akan membawanya ke tempat kejadian pada Sabtu, yaitu salah satu keputusan yang paling kontroversial dalam pemerintahannya akhir-akhir ini.
Baca Juga: Turki Laksanakan Pemilu Presiden dan Parlemen Hari Minggu, Ini Lawan Paling Berat Erdogan
Hagia Sophia awalnya dibangun sebagai katedral Bizantium, pada saat itu merupakan yang terbesar di dunia, sebelum diubah menjadi masjid oleh Kesultanan Utsmaniyah.
Sumber : France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.